Bisnis.com, JAKARTA—Mantan karyawan PT Metro Batavia (Batavia Air) bakal melapor ke polisi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan bila terbukti ada penggelapan aset-aset maskapai penerbangan itu.
Kuasa hukum karyawan Odie Hudiyanto mengatakan gedung kantor pusat Batavia Air di daerah Juanda, Jakarta Pusat, dijual seminggu sebelum putusan pailit dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada 30 Januari 2013. “Tetapi, di akta penjualan ditulis 4 bulan sebelumnya. Ini mafia,” katanya kepada Bisnis, Minggu (2/3/2014).
Odie menilai ada penggelapan yang dilakukan atas aset-aset maskapai ini. Apalagi, lanjutnya, Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mengatur 1 tahun sebelum pailit tidak boleh ada pindah tangan.
Pasal 42 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditur dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun sebelum putusan pailit diucapkan, debitur dan pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan dianggap mengetahui kerugian yang akan dialami oleh kreditur.
Terkait dengan upaya hukum, Odie mengatakan pihaknya akan menunggu hasil lelang. Jika hasilnya kurang dari Rp300 miliar, karyawan akan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri pinjaman Batavia Air ke Bank Muamalat.
Mereka juga bakal melapor ke polisi. “Ada mark up supaya dapat pinjaman dari Bank Muamalat. Padahal agunannya tidak sebesar yang diakui dulu,” terangnya.
Odie khawatir hasil lelang tidak cukup menutup utang-utang perusahaan dan pesangon karyawan. Jumlah mantan karyawan Batavia Air sekitar 3.000 orang dengan nilai pesangon Rp150 miliar. “Sekarang untuk karyawan saja belum nutup. Masih jauh,” ungkapnya.
Batavia Air diputuskan pailit karena berutang US$4,68 juta kepada International Lease Finance Corporation (ILFC). Seiring dengan bertambahnya jumlah kreditur, besaran utang juga meningkat menjadi sekitar Rp2,5 triliun.