Bisnis.com, JAKARTA--Menteri Agama Suryadharma Ali dan Inspektur Jenderal Kementerian Agama M Jasin mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (20/2/2014) tetapi belum jelas benar isu apa yang dibahas.
"Saya datang untuk rapat kordinasi saja, soal KUA bukan soal korupsi haji," kata Suryadharma Ali seperti dikutip Antara, Kamis.
Suryadharma tidak menjelaskan bahwa ia datang terkait penyelidikan pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji 2012-2013 yang saat ini sedang ditangani KPK.
Tidak lama, Irjen Kemenag yang juga mantan pimpinan KPK, M. Jasin juga tiba di KPK "Nanti saja ya, saya rapat kordinasi dulu, nanti usai kelar saja," kata Yasin.
Juru bicara KPK Johan Budi saat dikonfirmasi belum dapat memastikan mengenai tujuan kedatangan keduanya petinggi Kemenag itu.
KPK saat ini sedang menyelidiki penyelenggaraan haji 2012 dan 2013, di antaranya ada pengadaan barang dan jasa seperti pondokan haji, catering, dan pengadaan lain, namun bukan setoran haji.
Artinya KPK belum mendalami mengenai dana pendaftaran ibadah haji secara keseluruhan yang dapat mencapai Rp40 triliun.
"Ada lebih dari satu jenis barang dan jasa dengan nilai anggaran di atas Rp100 miliar," ungkap Johan sebelumnya.
Hingga saat ini KPK juga telah minta keterangan anggota DPR dalam penyelidikan tersebut yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini dan anggota Komisi VIII Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar.
KPK juga sudah meminta keterangan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama," tambah Johan.
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sudah sejak awal 2013 menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) tentang penyelenggaraan ibadah haji.
PPATK mengindikasikan terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Kementerian Agama (Kemenag) sebesar Rp80 triliun dengan bunga sekitar Rp2,3 triliun sepanjang 2004-2012.
KPK juga telah mengirimkan tim ke Madinah dan Mekah untuk melakukan pengecekan langsung terkait katering dan akomodasi dalam ibadah haji.
PPATK menjelaskan bahwa dana Rp80 triliun dalam penyelenggaraan ibadah haji ditempatkan pada bank tanpa ada standardisasi penempatan yang jelas.
Terdapat ketidakjelasan standardisasi penempatan dana haji, ditambah pembelian valuta asing untuk catering maupun akomodasi yang dinilai oleh PPATK belum jelas dan penggunaan dana untuk operasional kantor yang seharusnya masuk dalam pos APBN tapi dimasukkan ke dalam BPIH.