Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inilah Lima Jenis Korupsi Agraria

Koalisi Rakyat Anti Korupsi Pertanahan (KRAKP) menyebutkan sedikitnya terdapat lima jenis korupsi di sektor agraria yang terjadi dalam hubungannya dengan sektor swasta, pemerintah hingga aparat keamanan.

Bisnis.com, JAKARTA: Koalisi Rakyat Anti Korupsi Pertanahan (KRAKP) menyebutkan sedikitnya terdapat lima jenis korupsi di sektor agraria yang terjadi dalam hubungannya dengan sektor swasta, pemerintah hingga aparat keamanan.

Iwan Nurdin, Koordinator Umum KRAKP, mengatakan pengerukan sumber-sumber agraria selama ini membuat episentrum korupsi terjadi pada pemerintah yang memberikan izin kepada pihak lainnya. Hal tersebut, paparnya, dilihat dari mudahnya pihak tersebut mengobral izin pengusahaan tersebut sehingga berakibat konflik lahan di lapangan.

"Ketika izin-izin tersebut  telah mengakibatkan konflik di lapangan, tidak ada keinginan sedikit pun untuk  pencabutan terhadap izin-izin yang telah diberikan," kata Iwan dalam keterangan resminya, Selasa (18/2/2014). "Menyuap izin, merampas tanah secara brutal dan menggelapkan pajak dalam proses operasinya adalah wajah buruk industri di bidang agraria."

Koalisi itu menyebutkan sedikitnya lima jenis korupsi di sektor agraria. Pertama, adalah manipulasi ganti kerugian perkebunan. Salah satu contoh adalah konflik yang terjadi antara PTPN VII Cinta Manis dan masyarakat lokal di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan.  KRAKP menyatakan warga diminta menyerahkan lahan dengan kerugian Rp150.000 per hektare, namun hanya dibayar Rp25.000 per hektare.

Kedua, pemerasan dan ganti kerugian dalam kasus BPLS-Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam hal ini, penetapan harga ganti rugi berdasarkan status tanah kering dan tanah sawah oleh BPLS, memicu banyaknya pungutan liar pada warga terdampak.

Ketiga, adalah hak guna usaha (HGU) yang tak sesuai luas kebun. Hal ini masih terkait dengan kasus PTPN VII Cinta Manis. BPN Sumatra Selatan menyatakan HGU perusahaan tersebut hanya mencapai 6.500 hektare, namun area operasi perkebunan mencapai hingga sekitar 20.000 hektare.

Keempat, adalah penggunaan tanah kerja sama operasional (KSO) yang diduga rawan praktik koruptif. Perusahaan yang diajak bekerja sama, demikian koalisi tersebut, biasanya memiliki hubungan dengan para pejabat di perusahaan atau BUMN tertentu.

Kelima, penyalahgunaan wewenang. Iwan Nurdin mengatakan banyak proses penerbitan izin yang tak memenuhi syarat clean and clear karena penyalahgunaan wewenang BPN. Salah satu contoh adalah lahan yang didaftarkan sebagai lahan yang bersengketa, ternyata tak berpengaruh pada penerbitan izin di atas lahannya untuk perusahaan tertentu.

"Tali temali antara konflik agraria dengan  korupsi aparat birokrasi agraria di berbagai sektor , seharusnya mampu mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] bersama kepolisian dan kejaksaan untuk mulai berkomitmen menjalankan reforma agraria," kata Iwan.  


Direktur Walhi Nasional Abetnego Tarigan mengatakan dugaan korupsi di sektor agraria juga melibatkan aparat keamanan hingga kini. Menurutnya, banyaknya satuan yang menjaga sejumlah konsesi perusahaan merupakan salah satu bentuk dugaan korupsi tersebut.

"Ini juga mengindikasikan bahwa dugaan korupsi itu tak hanya melibatkan jajaran di lapangan, namun juga di level tinggi aparat keamanan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anugerah Perkasa
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper