Bisnis.com, JAKARTA - Kuasa hukum PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) resmi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta berkaitan dengan putusan majelis hakim yang menyatakan kesepakatan pemerintah melalui Master Restructuring Agreement (MRA) atas Texmaco Grup (Marimutu Sinivasan) dinyatakan batal demi hukum karena terjadi perbuatan melawan hukum.
“Kami juga berkoordinasi dengan Menteri Keuangan berkaitan dengan masalah aset Grup Texmaco tersebut,”ungkap kuasa hukum PT PPA, Tri Gunarto, Senin (10/2/2014). Dia menjawab pertanyaan langkah hukum yang dilakukan kuasa hukum PT PPA atas pembatalan kesepakatan perjanjian antara pemerintah dengan Grup Texmaco itu.
Penandatangani pernyataan banding itu, katanya, sudah disampaiklan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Meskipun belum dibuat memori bandingnya. Menurut pendapat kami, majelis hakim pemutus sama sekali tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan PT PPA dalam siding.”
Padahal, PT PPA mengajukan salah satu bukti yang tidak dapat disangkal bahwa Marimutu Sinivasan menandatangani kesepakatan perjanjian dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang diubah menjadi PT PPA tidak ada unsur paksaan.
"Terlebih lagi, Marimutu Sinivasan yang menandatangani perjanjian itu diberikan kemudahan untuk memperoleh Letter of Credit (LC) senilai US$100 juta. Artinya, Marimutu Sinivasan telah menikmati kesepakatan perjanjian itu, tapi hal itu tidak dipertimbangkan majelis hakim,”tambahnya.
Berkaitan putusan majelis hakim yang membatalkan perjanjian tersebut, kata Tri, kuasa hukum PT PPA telah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk mengantisipasi langkah pemerintah dalam menghadapi putusan yang belum berkekuatan hukum tetap tersebut.
“Putusan majelis hakim itu memang belum bersifat tetap, tapi tim kuasa hukum PT PPA menilai perlu adanya koordinasi dengan Menkeu.”
Dalam nota gugatannya, Texmaco Grup, melalui kuasa hukumnya Heri Suryadi, mengatakan pemerintah yang dalam kasus ini diwakili tergugat I PT Bank BNI, tergugat II PT PPA dan tergugat III Kementerian Keuangan dinilai melakukan perbuatan melawan hukum dalam program restrukturisasi Grup Texmaco.
Dalam gugatannya, kuasa hukum Texmaco meminta majelis hakim untuk menghukum para tergugat membayar ganti kerugian sebesar Rp18,8 triliun. Namun, gugatan membayar ganti kerugian ini tidak dikabulkan majelis hakim.
Dalam pertimbangan hukumnya itu majelis hakim berulangkali menyebutkan bahwa perusahaan milik Marimutu Sinivasan itu telah menyelesaikan kewajiban pembayaran utang sesuai dengan perhitungan yang dibuat Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 3 Mei 2000 yang menyebutkan perusahaan Texmaco Grup memiliki kewajiban utang senilai Rp8 triliun, a.l. kewajiban di Bank BNI, Bank Mandiri.