Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suryadharma Ali Siap Dipanggil KPK

Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) mengaku siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penyelewengan pengelolaan dana haji tahun anggaran 20122013 di Kementerian Agama.

Bisnis.com, BANDUNG — Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) mengaku siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penyelewengan pengelolaan dana haji tahun anggaran 2012–2013 di Kementerian Agama.

Suryadharma mengatakan, dirinya tidak akan menolak dan mengaku siap jika dipanggil KPK untuk menjelaskan soal pengelolaan dana haji tersebut. Pihaknya mengaku akan membeberkan duduk perkara soal dana tersebut pada lembaga antirasuah tersebut. “Kalau KPK manggil, siapa yang berani nolak. Saya ingin berdiskusi dengan KPK. Saya ingin mendengarkan apa gagasan baik dari mereka,” katanya di Bandung, Minggu (9/2).

Menurutnya pengelolaan dana haji sudah ditangani secara professional oleh pihaknya. Selain itu direkrutnya Anggito Abimanyu menurutnya menunjukan jika Kemenag ingin ada pengelolaan yang lebih baik. “Saya bilang, minta anda (Anggito) jadi Dirjen untuk urusan uang. Pak Anggito berpikir dan dia siap. Ini agar ditangani profesional,” katanya.

SDA  mengaku tudingan adanya penyelewangan di Kemenag bukan hanya kali ini saja. Sejumlah tudingan menurutnya sudah banyak dibidikan seperti adanya 49 titik rawan korupsi di kementerian. “Munculnya 49 titik rawan korupsi itu adalah karena Menteri Agama meminta KPK untuk melihat sistem Keuangan Haji di Kemenag dengan maksudnya kita diberikan peringatan dini,” paparnya.

Ia mengaku 49 titik rawan korupsi yang dilaporkan KPK sudah dibenahi oleh pihaknya. Sementara tudingan kedua, dating dari LSM yang menilai jika penggunaan uang haji tidak pada tempatnya atau sudah dikorupsi oleh oknum tertentu.  Menurutnya tudingan terakhir ini belum bisa dimengerti olehnya meski sudah bergulir di KPK.

SDA sendiri menilai sejumlah pembenahan keuangan haji sudah dilakukan antara lain bank yang ditunjuk mengelola keuangan bertambah dari hanya satu menjadi 17 bank.  Kemenag melakukan ini untuk memudahkan kontrol dan menentukan perbankan yang dianggap kredibel.

Menurutnya di sisi penyelenggaran haji,pun menurutnya sudah mengalami perubahan sejak dirinya memimpin Kemenag 2009 lalu. SDA mengklaim ada beberapa komponen biaya haji yang biasanya dibayar namun belakangan sudah tidak. “Pembuatan paspor Rp225 ribu, asuransi Rp100 ribu, makan di asrama haji di Jeddah sampai Madinah, kemudian ke Jeddah lagi, itu semua dicover indirect cost,” katanya.

 Dengan demikian maka jamaah hanya tinggl bayar dua komponen saja, yakni tiket pesawat dan sewa rumah saja. Menurutnya meski harus membayar dua komponen tersebut namun para jemaah tidak perlu membayar 100 % karena ada subsidi yang tiap tahun naik. “Subsidinya. 2012, 850 real, 2013, 1.850 real, dan 2014 sedang diperhitungan yang dibayar dari indirect cost,” katanya.

Pihaknya juga membantah temuan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut adanya dana mencurigakan dalam periode 2004-2012 lalu di kementeriannya sebesar Rp230 miliar. “Saya kira buka saja biar enggak menimbulkan teka-teki di tengah masyarakat,” katanya.

SDA juga meminta PPATK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menuntaskan dan menjelaskan jika memang adanya penyimpangan. Penjelasan ini penting agar tidak mengurangi kepercayaan masyarakat pada Kemenag.“Saya pernah bilang, kalau hitungan PPATK benar, saya mundur saja jadi Menteri Agama,” katanya. (K57)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper