Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Agama mulai memproses revisi PP No.47/2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait polemik gratifikasi yang diterima penghulu nikah.
Dirjen Bimas Islam Kemenag Abdul Djamil mengatakan revisi PP itu segera ditindaklanjuti dalam rapat antar Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait dan diharapkan pertengahan Februari sudah bisa selesai, Selasa.
"Dalam PP 47 diatur bahwa biaya pencatatan nikah hanya Rp30.000," ujarnya kepada Antara, Selasa (21/1/2014).
Kementerian Agama, katanya, telah melakukan pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Keuangan untuk mencari solusi terbaik mengenai persoalan gratifikasi penghulu.
Pada pertemuan tiga pihak di KPK itu persoalannya dilihat dari berbagai perspektif.
"KPK akan melihat dari sisi hukum untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan Kemenkeu melihat dari sisi anggaran yang timbul sebagai akibat dari kebijakan yang diambil.
"Kemenag mengusulkan untuk melakukan revisi PP 47/2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sehingga bisa diberlakukan multitarif biaya nikah," kata Djamil.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa sambil menunggu proses revisi PP 47/2004, KUA akan tetap melakukan tugas pelayanan kepada masyarakat sesuai UU No.1/1974 tentang Perkawinan, bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sejalan dengan itu, KUA juga harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 11 tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah.
Dalam PMA tersebut di atur bahwa pernikahan bisa dilakukan dalam dua opsi yakni di kantor (KUA) atau di luar kantor.
Pernikahan yang dilakukan di luar kantor, selain atas permintaan calon pengantin, juga harus atas persetujuan Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
"Kalau setuju dilaksanakan, kalau tidak setuju, tidak harus dilaksanakan. Pelaksanaan pernikahan di luar kantor diserahkan pada KUA. Jika memang tidak bisa dilaksanakan di luar kantor, KUA tidak bisa disalahkan," tegas Djamil.
Djamil menambahkan bahwa pelaksanaan pernikahan tidak bisa dilaksanakan di luar kantor bisa karena alasan geografis atau lainnya.
"Termasuk alasan tidak bisa menerima pemberian apapun karena bisa dianggap menerima gratifikasi," ujarnya.