Bisnis.com, JAKARTA—Pelaksanaan pemilihan umum secara elektronik (e-pemilu) belum memiliki payung hukum sehingga tidak bisa diterapkan sepenuhnya pada Pemilu 2014.
Kepala Program Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andrari Grahitandaru mengatakan e-pemilu diatur dalam RUU Pemilukada yang baru akan diterbitkan awal tahun ini.
Kendati demikian, e-pemilu juga membutuhkan penguat berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang baru bisa diterbitkan satu tahun setelah UU terbit. “Padahal e-pemilu berpotensi mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pemilu,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (2/1/2013).
Selain mengurangi kecurangan, e-pemilu juga membuat pelaksanaan pemilu lebih efisien dengan hasil yang lebih transparan. Jika dengan cara manual hasil pemilu baru bisa diumumkan dalam waktu 1 bulan, dengan e-pemilu bisa dipangkas menjadi 1 pekan saja.
Dia mengatakan e-pemilu dimulai dari penggunaan surat suara elektronik menggunakan perangkat khusus, pemungutan suara, penghitungan suara, pengiriman data menggunakan unstructured supplementary service data (USSD), dan penayangan hasil yang seluruh proses tersebut bisa diaudit secara mudah dan transparan.
Salah satu komponen e-pemilu yang didorong BPPT adalah e-rekapitulasi yang menekankan pemanfaatan teknologi informasi pada proses pengiriman data dari tempat pemungutan suara (TPS), penayangan hasil, hingga memungkinkan jejak audit. Proses ini menurut Andrari tidak membutuhkan teknologi tinggi dan bisa dipelajari dengan mudah.
Meski tidak bisa diterapkan pada pemilukada dan pemilu nasional, BPPT menyatakan telah mengimplementasikan e-pemilu di 12 desa di tiga Kabupaten, yaitu Boyolali (Jawa Tengah), Musi Rawas (Sumatra Selatan), dan Jembrana (Bali). Pelaksanaan e-pemilu di tingkat desa ini menurut Andrari membuktikan pendapat bahwa masyarakat Indonesia gagap teknologi tidak terbukti.