Bisnis.com, JAKARTA -` Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) disarankan untuk menilai secara menyeluruh aksi merger PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis), sehingga bisa menjadi acuan terkait dengan konsentrasi pasar di industri telekomunikasi.
"Praktik merger di dalam industri telekomunikasi bisa wajar terjadi jika sesuai regulasi yang berlaku. Namun, jika ada indikasi pelanggaran regulasi, tentu regulator harus tegas menolaknya,' ujar Revrisond Baswir, Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada.
Dia menjelaskan bukan hanya KPPU, instansi pemerintah yang lain seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional harus menyiapkan kajian agar merger itu tidak merugikan konsumen.
Menurutnya, terkait indikasi dengan penyalahgunaan wewenang pejabat, Komisi Pemberantasan Korupsi dan DPR harus menindaklanjutinya agar tidak ada pelanggaran.
Revrisond menjelaskan regulasi merger harus mengacu pada Pasal 28 UU No. 5/1999 yang menyatakan bahwa merger dilarang dilakukan jika mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat tersebut terjadi jika setelah merger pelaku usaha dapat diduga melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan/atau penyalahgunaan posisi dominan.
"Untuk menilai merger perlu dilakukan analisia terkait dengan konsentrasi pasar, hambatan masuk pasar, potensi peri laku antipersaingan, efisiensi, kepailitan. Intinya, merger yang dilakukan dilarang menyebabkan monopoli," ungkapnya.
Komisi I Chandra Tirta Wijaya juga mengapreasiasi keputusan KPPU yang pada akhirnya mengeluarkan keputusan untuk menunda pengajuan merger antara XL dan Axis, sebab dinilai berpotensi memunculkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Menurutnya, lembaga lain seperti KPK dapat juga bertindak demi mencegah terjadinya kerugian negara, karena merger dua operator itu yang dalam prosesnya banyak ditemukan kejanggalan dan tidak menutup kemungkinan adanya praktik gratifikasi kepada penyelenggaran negara.
"Frekuensi adalah sumber daya terbatas yang dialokasikan ke operator melalui modern licensing. Jadi diberikan hak pakai tetapi juga diberikan kewajiban."
Dia mencontohkan lelang blok tambahan 3G terakhir dilakukan melalui beauty contest. Untuk mendapat tambahan spektrum tersebut, operator diwajibkan melampirkan komitmen pembangunan yang mengikat.
Dia menjelaskan motivasi XL merger denganAxis semata untuk mendapatkan frekuensi. Namun, yang perlu ditanyakan, apakah XL sudah menyampaikan kepada pemerintah komitmen pembangunan yang dilampirkan untuk memperoleh tambahan spektrum tersebut.
"Jangan-jangan seperti komitmen di modern licensing, dapat izin dan frekuensinya tapi tidak menjalankan komitmennya dengan alasan tidak sanggup bangun. Jelas hal ini hanya menguntungkan XL,” tegasnya.
Chandra menegaskan, pemberian frekuensi 1800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur. Seharusnya jika mengacu kepada regulasi, frekuensi eks Axis harus ditarik dahulu semuanya, baik 15 MHz di 1800 MHz (2G) dan blok 11 dan 12 di 2100 MHz (3G). Setelah itu baru direalokasikan kembali dengan cara seleksi dan evaluasi, sesuai Permenkominfo No.17 tahun 2005 dan PermenKominfo No.23 tahun 2010.