Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KTM WTO, Negara Berkembang Paling Diuntungkan dari Paket Bali

Pakar ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah tidak sepakat dengan pendapat yang menyebutkan bahwa Paket Bali yang dihasilkan pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO di Bali, Sabtu (7/12/2013) merugikan negara berkembang.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis. com, JAKARTA--Pakar ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah tidak sepakat dengan pendapat  yang menyebutkan bahwa Paket Bali yang dihasilkan pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO di Bali, Sabtu (7/12/2013) merugikan negara berkembang.

Menurutnya,  salah satu agenda dari Paket Bali yang dihasilkan dari KTM ke-9 WTO itu adalah fasilitas perdagangan-pertanian-pembangunan negara kurang berkembang.

Agenda ini memberikan kesempatan bagi negara-negara berkembang dan kurang berkembang memperoleh manfaat yang besar dengan hasil negosiasi trade facility yang baru pertama kali dilakukan sepanjang perjalanan WTO.

“Jadi  negara-negara berkembang/kurang berkembang memiliki kesempatan yang besar untuk memperluas akses bebas barang/jasa, sehingga dapat mendorong kapasitas perdagangan masing-masing,” ungkapnya sebagaimana dimuat pada laman Sekretariat Kabinet, Senin (9/12/2013).

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan itu menggarisbawahi  disepakatinya Bali Package yang memuat tiga agenda, trade facility, sektor pertanian, dan pembangunan negara-negara kurang berkembang (Least Developed Countries/LDCs), menjadi momentum bersejarah dalam perjalanan WTO sejak didirikan 1995.

Selama ini, lanjut Firmanzah, sejumlah perundingan WTO yang dilakukan gagal menghasilkan kesepakatan karena adanya benturan kepentingan antara negara-negara anggotanya.

Oleh karena itu, ia menilai kesepakatan pada pertemuan WTO Bali kali ini menjadi babak baru sejarah perdagangan dunia khususnya ketika perdagangan global dalam beberapa tahun ini relatif tertekan.

“Dengan disepakatinya Paket Bali ini, perdagangan global diharapkan dapat bergairah kembali dan mendorong percepatan pemulihan ekonomi global,” tutur Firmanzah.

KTM WTO yang ditutup Sabtu sore telah menghasilkan Paket Bali yang berisi tiga agenda penting yaitu:

1. Negara-negara berkembang dan kurang berkembang memperoleh manfaat yang besar dengan hasil negosiasi trade facility yang baru pertama kali dilakukan sepanjang perjalnan WTO;

2. Paket Bali memberi keleluasan bagi negara-negara berkembang khususnya negara dengan populasi besar seperti Indonesia dan India untuk memberikan subsidi kepada petaninya dan menjamin ketersediaan pangan bagi kelompok miskin;

3. Hasil kesepakatan Paket Bali juga mendorong untuk memberikan perhatian lebih bagi negara-negara kurang berkembang baik dalam hal akses pasar maupun bantuan lainnya.

RUANG KESETARAAN

Firmanzah menepis anggapan negara-negara maju paling dituntungkan oleh kesepakatan yang dirumuskan dalam Paket Bali.

Ia menyebutkan Paket Bali juga memberi ruang kesetaraan dan semangat saling membantu antara negara-negara maju, berkembang dan kurang berkembang sehingga agenda pembangunan dunia berjalan dengan kongruen.

“Kongruensi ini direfleksikan dari kesepakatan dalam memberi ruang gerak kelompok G-33  (33 negara berkembang) khususnya di sektor pertanian dan ketahanan pangan,” ungkap Firmanzah semberi menyebutkan, Paket Bali dengan tiga agenda yang disepakati ini tentunya dipandang lebih realistis dibanding 19 agenda dalam Putaran Doha di Qatar pada 2001.

Kesepakatan pada pengurangan hambatan perdagangan yang menekankan prinsip non-diskriminasi untuk mendorong sistem perdagangan dunia yang berkeadilan dan proporsional, lanjut Firmanzah,  sangat memberi ruang yang besar bagi negara-negara berkembang dan kurang berkembang  untuk memperluas pasar dan mendorong ekspornya ke negara-negara maju.

Adapun poin kesepakatan sektor pertanian khususnya terkait ketahanan pangan, menurut Firmanzah, Paket Bali memberi keleluasan bagi negara-negara berkembang khsusunya negara dengan populasi besar seperti Indonesia dan India untuk memberikan subsidi kepada petaninya dan menjamin ketersediaan pangan bagi kelompok miskin.

“Agenda ini sangat penting mengingat volatilitas harga bahan pangan dunia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir,” tutur Firmanzah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper