Bisnis.com, JAKARTA-- “Nama lengkapku Octaviany Wulansari. Aku mewakili Indonesia sendiri. Awalnya ada 15 peserta terus diseleksi 4 orang, terus dipilih satu dan itu aku. Syaratnya harus pinter bahasa isyarat, cantik, dan tinggi, berpengalaman model dan ada tes wawancara. Yang ikut Praha 46 negara masing-masing 1 orang.”
“Aku harap masyarakat sadar tentang orang-orang tuli dan berharap pemerintah mengadakan pelatihan untuk anak-anak tuli supaya mereka bisa menjadi manusia yang normal dan berguna bagi masyarakat agar tidak dilihat sebelah mata. Seperti di luar negeri, orang tuli pun bisa maju, sedangkan di Indonesia kurang diperhatikan.”
Seperti itulah kira-kira yang disampaikan Ovik, begitu ia kerap disapa, lewat tulisan yang dikirim kepada Yudi Aditya Nugraha (Adit) seorang penerjemah bahasa isyarat yang tergabung dalam Deaf Volunteering Organization (DVO), sebuah organisasi atau komunitas umum pendengar kaum tunarungu yang bertugas menjembatani dan mendampingi mereka ketika dibutuhkan. Pesan singkat tersebut kemudian diteruskan kepada saya via Whatsapp.
Hal ini dilakukan Adit untuk membantu saya memahami kosa kata penyandang tunarungu yang acapkali terbolak-balik struktur kata dan bahasanya.
Gadis asli Solo yang kini berusia 22 tahun tersebut adalah wakil Indonesia dalam ajang bergengsi Miss Deaf World yang diadakan di Praha, Republik Ceko pada 1-10 Juli tahun lalu. Dia mengalahkan 15 pesaingnya dari berbagai daerah di Indonesia untuk berkompetisi lebih jauh di ajang pemilihan Miss Tuli kelas dunia.
Meskipun tidak mendapatkan juara dalam kompetisi tersebut, publik terutama masyarakat Solo amat bangga terhadapnya. Ovik mampu membawa nama bangsa ke pentas dunia dengan menyuarakan hak-hak kaum tuli.
Di solo, Ovik bergabung dengan komunitas yang bernama Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin). Gerkatin merupakan organisasi penyandang cacat tunarungu satu-satunya di Indonesia yang seluruhnya dikelola oleh penyandang cacat tunarungu.
Organisasi yang didirikan di Jakarta pada 23 Februari 1981 dan mulai didirikan di Solo pada 28 Februari 1982 ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian hidup bagi tunarungu dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Selain itu, Gerkatin juga sebagai wadah untuk pembelajaran dan sarana aktualisasi diri bagi komunitas tunarungu.
Sekretaris Gerkatin Solo, Stefanus Indra Adi Kusuma menyampaikan, melalui pesan yang saya terima lewat perantara Adit, perkembangan keanggotaan Gerkatin selalu meningkat per tahunnya. Awal terbentuk hanya terdapat sekitar 20 orang, kini mencapai lebih dari 100 anggota.
“Dalam komunitas ini, kami menyuarakan perjuangan kaum tuli, kami ingin menyadarkan masyarakat kalau para tuli memiliki alat komunikasi yaitu bahasa isyarat atau disebut Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia),” tulisnya.
Bahasa isyarat penyandang tunarungu memiliki 2 kategori, yaitu bahasa isyarat alfabet dan bahasa isyarat kosakata. Bahasa isyarat alfabet terdiri dari huruf A-Z yang juga merupakan rumusan international yang memiliki pakem yang sama.
“Namun untuk bahasa isyarat kosakata, tiap daerah berbeda-beda, sesuai ekspresi yang diyakini di setiap daerah. Misal untuk mengungkapkan kata libur, bahasa isyarat di Solo dan di Wonosobo sangat berbeda,” jelas Adit saat dihubungi Bisnis belum lama ini.
Dengan bahasa isyarat ini, penyandang tunarungu ingin masyarakat sadar bahwa mereka lebih paham dengan bahasa isyarat bukan dengan bahasa oral sehingga mereka dapat menyuarakan dengan bahasanya untuk menuntut hak aksisibilitas dalam segala aspek, baik pendidikan, kesehatan dan sarana umum.
Dalam mewujudkan hal ini, Gerkatin mempunyai agenda rutin mengajarkan bahasa isyarat kepada masyarakat umum tiap 2 minggu sekali di Car Free Day yang diadakan di jl. Slamet Riyadi, Surakarta, Solo, Jawa Tengah. Pengajarnya pun adalah para anggota Gerkatin.
Mereka juga membuka kelas bahasa isyarat untuk sukarelawan yang tergabung di Deaf Volunteering Organization setiap rabu dan jumat pukul 19.00.
Tak hanya itu, Gerkatin juga aktif melakukan berbagai macam kegiatan selama 1 tahun terakhir ini. Dalam perayaan hari tuli sedunia yang jatuh pada 29 September, mereka turut serta dalam pencanangan Kota Solo sebagai Kota Inklusi atau kota yang ramah terhadap kaum difabel. Mereka menampilkan lagu Indonesia Raya dengan bahasa isyarat. Mereka juga mengadakan long march sepanjang 3 kilometer dari Sriwedari hingga Gladak untuk menyuarakan aspirasi yang ingin mereka perjuangkan,
Pada 3 november lalu, Anggota Gerkatin juga menampilkan aksi teater di festival sandiwara realis pelajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Mereka bermain peran dengan konsep tanpa dialog.
Selain itu, dengan program Deafable, yang berarti Tunarungu Mampu, mereka mengikuti kelas sablon yang diadakan oleh ISI Surakarta.
Mereka juga tak kalah peduli lingkungan dengan ikut serta Green Festival yang diadakan di Taman Semanggi Surakarta untuk menyuarakan pelestarian lingkungan.
Dalam waktu dekat ini, komunitas penyandang tunarungu akan membuat aplikasi bernama Az-Zahra, yaitu aplikasi muslim khusus tuli yang sedang digodok di Qatar dalam rangka Global Deaf Moslem. Perwakilan dari Gerkatin Solo yang bertandang ke Timur Tengah adalah Muhammad Isnaini, yang menjabat sebagai Ketua Gerkatin Solo. Dia akan mempresentasikan kegiatan yang telah dilakukan oleh muslim tuli di Indonesia.