Bisnis.com, MALANG — Pengusaha hotel di Kota Malang, Jawa Timur, dan sekitarnya menolak pengupahan pekerja dengan skema upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2014 karena tidak mampu.
Ketua Badan Pengurus Cabang Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Malang Selatan Herman Maryono mengatakan antara pekerja hotel dan pabrikan maupun sektor jasa lainnya berbeda karakteristiknya.
“Pengupahan di hotel tidak bisa diberlakukan penggajian dengan pola UMK karena bisnis tersebut tidak stabil sepanjang tahun, melainkan naik turun, termasuk untuk hotel besar,” kata Herman di Malang, Senin (25/11/2013).
Tingkat hunian di hotel berbintang empat dan lima pun, sering tidak riil. Mereka menjual kamar dengan cara paket sehingga keuntungan yang diperoleh hotel menjadi tipis.
Untuk hotel berbintang tiga ke bawah, kondisinya tentu lebih parah karena biasanya kalah bersaing dengan hotel berbintang empat dan lima. Karena itulah, jika hotel-hotel tersebut diberlakukan harus membayar upah pekerjanya sesuai dengan UMK 2014, maka sangat memberatkan.
Hotel biasanya membayar gaji pekerjanya lewat service charge yang biasanya dikutip 11% dari tarif kamar. Dengan begitu, maka upah pekerja bahkan bisa lebih tinggi dari UMK jika hotelnya ramai.
Dengan demikian, maka pemberlakuan sistem pengupahan seperti itu bisa memacu pekerja untuk giat menjaring tamu. Di sisi lain, pengusaha juga tidak terlalu dipusingkan dengan keharusan harus membayar pekerjanya jika kondisi hotel memang sepi.
Menurut dia, sistem pengupahan pekerja perhotelan dengan pola dipungut dari service charge tersebut sudah dikomunikasikan pengusaha dengan buruh dan mereka tidak keberatan.
“Dengan demikian sudah ada perundingan bipartit,” ujarnya.
Formula pengganjian seperti itu, juga sudah dikomunikasikan PHRI ke Dinas Tenaga Kerja setempat. Wilayah kerja BPC PHRI Malang Selatan meliputi Kota Malang, Kota Batu, Kab. Malang, Kab. Blitar, Kota Blitart, Kab. Trenggalek, Kab. Kediri, dan Kota Kediri.
Dalam suatu kesempatan terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Malang Djaka Ritamtama mengatakan jika pengusaha dan pekerja sudah melakukan kesepakatan bipartit terkait dengan pelaksanaan UMK, maka hal itu bisa ditoleransi dengan pertimbangan keberlangsungan usaha serta stabilitas daerah lebih diutamakan daripada melaksanakan ketentuan normative semata.
Dia juga menegaskan, Pemkab Malang memberikan batas akhir permohonan penangguhan pembayaran upah minimum kabupaten (UMK) 2014 pada pertengahan Desember 2013 karena sudah ada penetapan dari Gubernur UMK 2014 Kab. Malang sebesar Rp1,635 juta.
Ketentuan tersebut harus dipenuhi semua pihak harus menerima, terutama pengusaha dan pekerja atau melakukan perundingan bipartit jika pembayaran upah tidak mengacu UMK 2014.
“Untuk pekerja yang tergabung dalam Apindo (Asosiasi Penguaha Indonesia), saya kira mampu membayar pekerjana sesuai UMK karena kebanyakan mereka tergolog perusahaan besar,” katanya.