Bisnis.com, NUSA DUA, Bali—Perkembangan hubungan perdagangan bilateral Indonesia-Australia dinilai masih cukup lambat, meski telah memanfaatkan momentum Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2013 di Bali, pekan ini.
Menteri Perdagangan RI Gita Wir jawan mengatakan negosiasi perdagangan bilateral dengan Negeri Kanguru selama pekan APEC ini tidak secepat perkembangan yang telah dicapai bersama negara lain, seperti Korea Selatan.
Negeri Gingseng tersebut akan bekerja sama dengan RI dalam koridor Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang ditargetkan terlaksana pada tahun ini.
“Korea lebih cepat dan prepared karena investasinya itu kencang sekali. Kami memang merasa ada perlambatan dalam negosiasi [dengan Australia] tapi ini kan harus diisi dengan investasi,” jelasnya menyusul pertemuan bilateral tertutup dengan delegasi Australia, Jumat (4/10/2013).
Perundingan pertama dan kedua CEPA dengan Korsel telah dilaksanakan masing-masing pada 12 Juli 2012 dan 10-11 Desember 2012 di Jakarta. Pada kedua pertemuan itu, keduanya menyepakati terms of reference (TOR) yang dida sarkan pada prinsip common understanding.
Sementara itu, perundingan ketiga diselenggarakan pada 29-31 Mei 2013 dengan fokus untuk menyelesaikan perundingan secara menyeluruh pada 2013.
Gita menambahkan kendati mengakui adanya perkembangan yang lambat dalam hubungan bila teral dengan Australia, pihak Indonesia mengaku optimistis dapat mencapai target volume perdagangan senilai US$15 miliar pada 2015, dari hanya sekitar US$10 miliar saat ini.
Gita mengaku belum mengamankan kesepakatan dagang lain di luar sektor peternakan dengan Australia selama pekan APEC. “Belum ada, tapi mereka menyampaikan kegembiraan dengan adanya keterbukaan dengan mendatangkan sapi,” ungkapnya.
INVESTASI SAPI
Ditanya perihal perkembangan rencana investasi sapi, Gita mengaku untuk importasi ke depan sudah ada pendekatan yang sangat intensif dengan Australia. Hal tersebut, lanjutnya, juga telah didiskusikan dalam pertemuan bilateral lain di Jakarta baru-baru ini.
“Potensi investasi untuk peternak an saya rasa besar dan itu penting untuk kebutuhan ketahanan pangan. Yang sudah dilakukan saat ini adalah PT Santosa Agrindo (Santori) yang membeli lahan peternakan di Australia se luas 150.000 hektar. Nilai investasinya saya tidak tahu,” katanya.
Di lain pihak, komitmen Australia untuk menggenjot investasinya di Indonesia masih belum konkret, meski terdapat ketertarikan yang lebih besar dari para pengusaha asal Negara Benua itu.
“[Komitmen Australia] tidak jauh dari sebelumnya. Yang penting kan sekarang mereka punya sentimen positif karena adanya angka importasi. Sepertinya kemarin, penguasaha-pengusaha Aus tralia itu lebih terlihat semangat untuk berinvestasi di sini. Nanti akan kita konkrit-kan,” kata Gita.
Mendag berharap pertemuan dengan Australia selama dua atau tiga hari terakhir dapat mencapai target dimasukkannya produk agro Indonesia yang dapat menopang pembangunan berkelanjutan.
“Ini akan kita tekankan sekali, insya Allah dalam 1 atau 2 hari akan berhasil. Kami sangat berharap dapat mencapai kesepakatan secara inklusif, bukan hanya di segi environmental saja. Kita harus tahu bagaimana mengangkat produk kita untuk menurunkan tingkat kemiskinan,” lanjutnya.
Pada pekan APEC Summit tahun ini, Gita berjanji akan mengencangkan lobi-lobi bilateral untuk menggenjot perdagangan luar negeri Indonesia. Menurut nya, hal itu adalah sebuah modalitas yang bersifat inklusif dan akan menguntungkan Indonesia apabila disepakati.
“Diharapkan semua akan sepakat. Tergantung hari ini [kemarin] saya akan melobi habis-habisan. Yang bertolak belakang dengan Indonesia selama ini kan negara-negara maju. Saya cukup akan bekerja keras,” tuturnya. (Wike D. Herlinda & Rio Sandy P.)