Bisnis.com, NUSA DUA, Bali – Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik menyepakati kerangka kerja sama konektivitas serta tahun jamak pembangunan infrastruktur.
Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan gagasan Indonesia itu sudah membuahkan konsensus di antara 21 negara anggota APEC yang memandang konektivitas diperlukan untuk menciptakan kawasan Asia Pasifik yang berdaya tahan.
Konsensus itu akan dituangkan dalam bentuk kesepakatan atas APEC Framework on Connectivity yang terdiri atas 3 pilar, yakni konektivitas fisik, konektivitas institusional dan konektivitas people to people guna mendorong konektivitas APEC.
Dari sudut kepentingan Indonesia, konsep APEC Framework on Connectivity itu diajukan untuk mendukung program konektivitas nasional dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan konektivitas kawasan dalam Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) yang diperluas hingga Asia Pasifik.
Peningkatan konektivitas di Indonesia akan memperkuat konektivitas di sepertiga wilayah Asia Timur. Meskipun mendapat dukungan bulat dari seluruh pejabat senior, gagasan ini masih membutuhkan persetujuan di tingkat menteri APEC.
“Istilahnya di-endorse. Final approval-nya tetap dari ministers. Tapi, di sini sudah ada konsensus. Ini prakarsa yang baik,” katanya, Kamis (3/10/2013).
Adapun gagasan tahun jamak pembangunan infrastruktur disepakati dalam kerja sama APEC Multi-year Plan on Infrastructure Development and Investment (MYPIDI).
Bagi Indonesia, inisiatif ini dapat memaksimalkan laju pembangunan ekonomi mengingat konektivitas berdampak pada penguatan daya saing suatu ekonomi, pengurangan biaya dan waktu serta peningkatan laju perdagangan, lalu lintas jasa dan manusia.
Namun, mengingat kebutuhan dana infrastruktur tidak dapat sepenuhnya dipenuhi dengan dana pemerintah, RI memandang penting pengembangan kerja sama pemerintah-swasta atau public private partnership (PPP).
Cara ini dinilai mampu mengatasi permasalahan gap infrastruktur melalui keterlibatan sektor privat untuk mendukung pemerintah membangun infrastruktur.
Di Asia saja, total kebutuhan dana infrastruktur mencapai US$8 triliun per tahun. Adapun Bank Dunia sebelumnya mengestimasi kebutuhan dana infrastruktur di negara berkembang US$1 triliun-US$1,5 triliun per tahun.
Dalam periode awal mulai 2013-2016, Iman mengatakan MYPIDI akan mengidentifikasi 4 arus kerja. Pertama, iklim yang mendukung, termasuk kerangka kerja regulasi yang kuat. Kedua, mekanisme sistem perencanaan yang terintegrasi.
Ketiga, kapasitas pemerintah untuk membangkitkan minat proyek infrastruktur yang bankable. Keempat, pengembangan pembiayaan yang mendukung investasi jangka panjang.
“Itu baru semacam framework, belum ada dolar (nilai investasi) berapa,” kata Iman.