Bisnis.com, NUSA DUA — Salah satu pertemuan tingkat tinggi yang digelar pada hari pertama rangkaian acara APEC yang dimulai Selasa (1/10) adalah High Level Policy Dialogue on Travel Facilitation (HLPD). Pertemuan yang berlangsung hingga Rabu (2/10/2013) ini membahas fasilitasi perjalanan anggota APEC.
Bertindak sebagai lead fasilitator pertemuan itu adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Untuk menggali lebih jauh hasil pertemuan tersebut, Bisnis mewawancarai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu. Petikannya:
Bisa diceritakan pembahasan dalam forum ini ?
HLPD kali ini membahas mengenai fasilitasi perjalanan yang meliputi fasilitas visa, peningkatan informasi penumpang (passenger information), program wisatawan tepercaya (trusted traveller program), dan program bandara yang ramah bagi wisatawan (tourist friendly airport program).
Forum ini bertujuan agar peserta bisa berbagi pengalaman dan membahas peran, rencana dan proposal fasilitasi perjalanan dan konektivitas sektor pariwisata. Tujuan jangka panjangnya mengarusutamakan pariwisata sebagai pendukung integrasi APEC dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kami berharap output yang akan dihasilkan dari forum ini berupa joint statement mengenai langkah-langkah untuk mem berikan fasilitas perjalanan di kawasan APEC, dan selanjutnya akan menjadi bagian dari APEC Leaders Declaration.
Bagaimana respons anggota APEC terhadap empat poin fasilitasi tadi? Respons mereka positif. Jadi masing-masing ekonomi telah mempunyai program untuk memperbaiki sistem perjalanan.
Kami akan terus mendorong ke arah perbaikan. Langkah berikutnya kami akan mulai menjalin kerja sama secara bilateral dengan masing-masing ekonomi anggota.
Apa manfaat dan keuntungannya?
Dari hasil studi United Nations World Tourism Organization, sekitar 20% perjalanan ekonomi anggota APEC masih memerlukan visa kertas. Padahal jika penggunaan visa kertas diganti dengan visa elektronik, minat kunjungan turis semakin tinggi.
Penggunaan visa elektronik berpotensi akan menambah jumlah kunjungan wisata hingga 12%-18%, atau setara dengan 38-50 juta turis. Hal tersebut juga mendorong penciptaan 1 juta-1,4 juta lapangan pekerjaan tambahan.
Dengan tambahan kunjungan dan penciptaan lapangan pekerjaan tambahan itu, diperkirakan akan menghasilkan tambahan devisa US$62 miliar-US$89 miliar sampai 2016 mendatang. Jadi dampak positif ekonominya jelas.
Bagaimana Indonesia mengaplikasikan fasilitasi perjalanan itu?
Ditjen Imigrasi telah mempunyai rencana untuk mengaplikasikan fasilitas ini, misalnya biometric passport yang sudah digunakan diplomat Indonesia. Dengan biometric passport, semua data identitas kita sudah terekam sehingga tidak perlu mengantre saat pemeriksaan di bandara.
Langkah berikutnya, penggunaan fasilitas itu dilakukan bertahap, dan diharapkan penggunaannya akan lebih banyak lagi dari warga lokal. Jadi saat biometric passport system sudah ada, wisatawan dari negara lain yang sudah punya biometric passport juga sudah bisa menggunakan di sini.
Kapan implementasi untuk warga negara lain dimulai?
Implementasi itu membutuhkan berbagai tahapan karena forum kerja sama yang terdiri dari berbagai sektor ini yang pertama kali diadakan. Mulai dari Ditjen Imigrasi, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Pertahanan dan Keamanan, serta Kementerian Perhubungan.
Bagaimana kesiapan berbagai instansi itu?
Kami semua bergabung untuk satu tujuan, yakni fasilitasi perjalanan. Kami terus mendorong terjadinya koordinasi dan kolaborasi. Intensinya, kesepakatan untuk melakukan fasilitasi perjalanan, sharing data dan informasi sudah terarah.
Nantinya, akan ada program-program dan rencana aksi yang disepakati. Di antara berbagai instansi yang terkait tersebut sudah ada komitmen, tetapi masih belum sampai pada tahap bagaimana kami melakukan hal tersebut.
Pewawancara: Ringkang Gumiwang & Rio Sandy