Bisnis.com, PEKANBARU — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dinilai ikut bertanggungjawab terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau karena krisis listrik berpengaruh negatif terhadap kegiatan produksi para pelaku usaha.
Edi Ariyanto, Chief Economist BNI wilayah Padang (mencakup area Sumbar, Riau, dan Kepri) mengatakan pertumbuhan ekonomi Riau tahun ini diprediksi melambat dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 7,8%.
“Kami perkirakan growth Riau tahun ini di kisaran 7,7%—7,8%. Memang agak melambat dibanding tahun lalu, tapi sebenarnya pertumbuhan di atas 7% itu tetep tergolong tinggi,” ujarnya di sela-sela diskusi Lunch With CEO di Pekanbaru, Kamis (19/9/2013).
Melambatnya pertumbuhan ekonomi di Riau, lanjutnya, sudah terlihat dari kuartal I dan II akibat anjloknya harga CPO yang membuat ekspor CPO Riau turun tajam. Namun pada semester II ini tren harga CPO mulai meningkat.
Artinya, peluang tumbuh sebenarnya tetap ada. Selain tren membaiknya harga CPO, pada semester II biasanya penyerapan APBD akan semakin besar sehingga mampu mendorong konsumsi, yang seterusnya bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Tapi di sisi lain, adanya masalah asap ditambah krisis listrik yang masih berlangsung, mengakibatkan para pelaku usaha harus mengeluarkan biaya tambahan.
“Listrik itu bukan consumer goods, dia itu faktor produksi. Kondisi listrik yang sekarang ini membuat biaya produksi mengalami peningkatan. Akibatnya, harga bahan baku juga naik sehingga beban industri semakin berat,” ujarnya.
Padahal, posisi Riau secara ekonomi adalah sangat strategis dan tidak bisa disaingi oleh wilayah lain. Selain itu, kondisi politik di dalamnya juga relatif stabil, terbukti dari penyelenggaraan pilkada putaran pertama yang berlangsung aman. Hal ini menandakan Riau sebenarnya kondusif dari sisi iklim investasi.
“Jadi, tinggal PLN menyiapkan infrastruktur agar Riau semakin menarik. Jadi saat investor mau datang ke sini, mereka ngga perlu mikirin lagi nanti saya dapat listrik dari mana? PLN perlu melakukan percepatan,” tambahnya.