Bisnis.com, JAKARTA - Kuasa hukum Indoaust Mining, Pty, Alexander Lay mengklaim kuasa hukum Intrepid Mines melakukan penyelundupan hukum berkaitan dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Alliance Agrement pada 2008.
“Dalam kesepakatan yang dituangkan dalam Alliance Agreement pada 2008 sudah cukup jelas jika terjadi konflik para pihak, maka penyelesaiannya di Singapore International Arbitration Centre (SIAC), bukan menggugatnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam bentuk gugatan rekonpensi,” ungkap Alexander seusai menyampaikan duplik atas eksepsi kuasa hukum Intrepid Mines Ltd di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/9).
Sebelumnya dalam gugatannya, pengusaha pertambangan asal Australia Paul Michael Willis yang mengelola usaha tambang Indoaust Mining Pty menggugat perusahaan tambang, yakni tergugat I, Emperor Mines Ltd, tergugat II Intrepid Mines Ltd, tergugat III, Indo Multi Niaga.
Selain itu, turut tergugat I, Chief Executive Officer Intrepid, Bradley Austin Gordon, turut tergugat II, General Counsel Intrepid, Vanessa Mary Chidrawi dan turut tergugat IV, para pemegang saham PT Indo Multi Niaga.Adapun alasan gugatannya, Willis mengklaim dipaksa melepaskan hak atas Proyek Tambang Emas Tujuh Bukit dan memberikannya kepada Emperor Mines Limited.
Alexander menyampaikan hal itu menjawab eksepsi kompetensi absolute yang diajukan kuasa hukum Intrepid, Harry Pontoh sebelumnya yang menyebutkan proses peradilan sengketa saham antara Indoaust, Pty dengan Intrepid Mines merupakan kewenangan peradilan New South Wales (NSW), Australia, bukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatn.
Selain itu, lanjut Alexander, gugatan yang diajukan dalam sengketa antara penggugat dengan tergugat tidak termasuk dalam ruang lingkup gugatan perbuatan melawan hukum, melainkan perbuatan wanprestasi karena menyangkut perjanjian yang mengikat dua pihak.
Dia juga menilai tuntutan Intrepid agar Indoaust membayar ganti kerugian adalah sangat tidak relevan. karena pihak tergugat tidak dirugikan dalam hal ini. “Gugatan ganti kerugian yang diajukan tergugat Intrepid tidak relevan justru kerugian tersebut berada pada pihak penggugat.”
Menanggapi pernyatan miring itu, kuasa hukum Intrepid, Harry Pontoh balik menuduh justru kuasa hukum penggugat yang melakukan penyelundupan hukum.
“Yang diperjanjikan dalam kesepakatan para pihak jika terjadi sengketa penyelesaiannya di lembaga peradilan yang ditunjuk adalah New South Wales (NSW), bukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.”
Kuasa hukum Intrepid itu menguraikan kewenangan menilai apakah gugatan itu diajukan di lembaga peradilan di Indonesia atau di luar negeri merupakan kewenangan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini.
“Majelis hakim dalam putusan kompetensi absolute menerima persengketaan itu diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bukan di NSW. Jadi apa salahnya jika dalam mengajukan kompetensi absolute, tergugat juga meminta agar perkara tersebut disidangkan di tempat yang sama,”kilahnya.
Harry mengklaim kuasa hukum Indoaust berupaya ingin menghidupkan kembali Mining Development Agreement antara Indoaust dan Intrepid pada 2006 yang antara lain berbunyi Indoaust menjadi pengendali 70% saham dan Intrepid hanya menguasai 30% berkaitan izin KP eksplorasi yang diterbitkan bupati pada Februari 2007.
“Soal materi yang dituangkan dalam gugatan menyangkut masalah kewenangan dan nilai ganti kerugian dan lain sebagainya merupakan kewenangan majelis hakim karena hal itu merupakan substansi pokok perkara yang disidangkan.”