Bisnis.com, JAKARTA—Sorotan utama berbagai media nasional hari ini, Kamis (5/9/2013) masih fokus pada defisit neraca perdagangan akibat pemerintah keranjingan impor, termasuk bahan pangan kedelai, selain potensi ancaman ekonomi global akibat rencana agresi Amerika Serikat ke Suriah
Solusi Kedelai Tidak Mudah
Penyelesaian tingginya harga kedelai tidak mudah dilakukan dalam jangka pendek, karena penyebab kenaikan harga kedelai adalah melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS. Apalagi, penyebab melemahnya nilai rupiah atas dolar AS itu dipengaruhi sejumlah faktor luar (KOMPAS)
Importir Pangan Dipaksa Penuhi Kuota
Kementerian Perdagangan tetap pening melihat harga beragam bahan pangan dan hortikultura yang masih tinggi. Sebut saja harga kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai dan berbagai jenis pangan impor. Padahal keran impor hortikultura sudah dibuka lebar-lebar (KONTAN).
Budaya Impor, Kedaulatan Pangan Hancur
Budaya impor yang dianut pemerintah Indonesia telah menghancurkan strategi bangsa ini menuju kedaulatan pangan. Akibatnya, kebutuhan pangan bangsa ini sangat bergantung pada impor dari manca negara. “Pemerintah lebih memperhatikan impor dari pada peningkatan produksi. Padahal jika pemerintah lebih memikirkan pada faktor peningkatan produksi maka akan bertahan dalam jangka panjang dari sisi pangan. Sementara impor hanyalah penyelesaian yang sesaat, tetapi sayangnya pemerintah mulai ketagihan,” kata pakar ekonomi pertanian HS Dillon kepada Neraca (NERACA).
Agresi AS Tingkatkan Ketidakpastian Ekonomi
Agresi militer yang direncanakan Amerika Serikat terhadap Suriah akan semakin menuingkatkan ketidakpastian ekonomi global. Serangan AS tak hanya akan mendorong lonjakan harga minyak, tapi juga berpotensi memicu resesi. Isu serangan itu pula yang merontokkan pasar saham domestik. Pada perdagangan, Rabu (4/9/2013), indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia yang sudah berada di zona hijau, terperosok kembali ke zona merah dan ditutup melemah 90,56 poin (2,17%) ke level 4.073,46. (INVESTOR DAILY).