DUBAI—Kudeta yang telah menumbangkan Presiden Mesir Mohamed Mursi rupanya dipupuk oleh kegagalan Arab Spring dalam menjalankan pemulihan ekonomi.
Kekuatan militer Mesir melucuti kekuasaan Mursi pada Rabu (2/7/2013). Militer juga membekukan konstitusi dan mengumumkan pemilihan presiden secara dini sebagai upaya untuk mengakhiri krisis politik negara tersebut.
Menteri Pertahanan Abdelfatah al-Seesi mengatakan sebuah pemerintah teknokrat akan dibentuk dan Ketua Mahkamah Konstitusi akan bertanggung jawab untuk menjalankan tugas negara.
Pertumbuhan ekonomi Mesir telah berada di fase paling lambat dalam 2 dekade terakhir, sementara angka pengangguran mencapai 13,2%. Akibat dari kerusuhan yang mengklaim nyawa 18 warga dalam sehari itu, aktivitas politik mandeg dan perekonomian terjembab ke dalam krisis lebih jauh.
Kondisi tersebut mengancam investasi asing, pariwisata, dan kesempatan untuk menerima bantuan dari International Monetary Fund (IMF).
“Siapa yang mau meletakkan uang di Mesir saat ini? Dikhawatirkan penundaan kebijakan ekonomi akan diperpanjang. Akibatnya, para investor akan condong untuk tidak menanam modal,” ujar Gabriel Sterne, mantan ekonom IMF dan Bank of England.
Acuan obligasi Mesir anjlok sehingga memecahkan rekor imbal balik di saat terjadi kemerostan saham sebelum kudeta dan setelah Mursi gagal memenuhi deadline untuk mengakhiri krisis politik. Acuan indeks saham EGX 30 merosost 12% pada Juni.
Samer Mardini, Wakil Presiden Pendapatan Tetap di SJS Markets mengatakan para investor ingin melihat apa yang akan terjadi di Mesir sebelum mereka memutuskan untuk kembali bermain di pasar. “Ketika ‘Sang Pisau’ telah jatuh, tak seorangpun memiliki kekuatan untuk menangkapnya,” ujarnya.
PBB mengumumkan pada Mei bahwa angka kemiskinan dan keamanan pangan di Mesir melonjak tajam dalam 3 tahun terakhir. PBB memperkirakan pada tahun ini 17% dari populasi Mesir harus berjuang untuk mendapatkan makanan yang cukup. Padahal pada tahun lalu, kemiskinan hanya mencapai 14%.
Angka kekurangan gizi juga melesat menjadi 31%, khususnya bagi anak-anak di bawah 5 tahun. Jumlah tersebut naik sebanyak 23% dari 2005.
Banyak pihak yang khawatir Mesir akan menyusul negara-negara berkembang lain yang tumbang akibat krisis politik. Turki dan Brasil mengalami kekacauan selama beberapa pekan, sebelum akhirnya kerusuhan tersebut reda. Angka pengangguran di Turki dan Brasil masing-masing adalah sebesar 10,1% dan 5,8%.
Kendati demikian, kerusuhan di Mesir adalah yang paling mengerikan sejauh ini, terutama karena hal itu terjadi hanya dalam 2 tahun setelah Mursi menduduki kursi kekuasaan setelah menumbangkan Hosni Mubarak.
Mursi, yang merupakan pemimpin Mesir pertama yang dipilih secara demokratis, berjanji untuk menarik investor asing dan mengurangi angka pengangguran hingga di bawah 7% pada 2016.
Masalah Pengangguran
Lebih dari 1 juta warga Mesir kehilangan mata pencarian sejak 2010. Sebanyak 80% dari penganggur di negara tersebut berusia di bawah 30 tahun. Selain itu, 2 dari setiap 5 warga Mesir terus hidup dengan penghasilan kurang dari US$2 per hari.
“Terdapat beberapa faktor penggerak oposisi Mursi saat ini, tetapi masalah ekonomi adalah yang paling penting,” jelas Edward Coughlan, Kepala Peneliti Timur Tengah dan Afrika Utara di Business Monitor International yang berbasis di London.
Dia menambahkan Mesir tidak dapat menghentikan krisis berkepanjangan, yang telah melibatkan intervensi militer. Awak militer, menurutnya, berharap dengan memberikan pemetaan yang jelas bagi negara tersebut, kestabilan ekonomi dan keamanan nasional akan dapat tercapai.
Penilaian ekonomi Mesir juga kian memburuk. IMF memprediksi ekonomi akan bertumbuh 2% pada tahun ini dan merupakan fase paling lambat sejak 1992. Institusi Bretton Woods tersebut juga mengatakan Mesir dapat berakhir dengan inflasi yang tinggi dan pertumbuhan yang paling lambat di antara negara-negara Timur Tengah akibat besarnya utang luar negeri.