BISNIS.COM, BOGOR -- PT Barstow Indosukses selaku produsen ayam Lingnan menyatakan bersedia untuk tidak menggunakan label ayam kampung pada kemasannya, menyusul larangan yang diberikan oleh Direktorat Peternakan Kementerian Pertanian.
"Saya sudah mendengar penjelasan dari Kementerian Pertanian, tidak ingin ribut antar peternak, saya memutuskan sesuai anjuran. Kita hanya akan gunakan nama Ayam Lingnan," kata Wirawan Darman Siw, pemilik peternak Ayam Lingnan, di Desa Pasir Muncang, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (28/6).
Wirawan mengatakan, dia tidak menggunakan label ayam kampung di kemasan dagangnya. Dia hanya menuliskan ayam ras, untuk mengkategorikan ayam yang dia jual bukan ayam petelur (buras).
Dia mengaku tidak mengerti tentang kriteria ayam kampung dengan ayam lokal. Setelah ia mendapatkan penjelasan dari Direktorat Peternakan Kementerian Pertanian, ia baru mengetahui perbedaan tersebut.
Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian melakukan pengecekan bibit ayam yang dijual oleh PT Barstow Indosukses untuk mengklarifikasi protes yang dilayangkan oleh Himpuli.
Dari hasil pengecekan tersebut, ayam Lingnan yang diproduksi perusahaan peternakan tersebut bukanlah ayam kampung, tapi percampuran ayam luar yang sudah menetap lebih dari lima generasi di Indonesia sehingga dikategorikan sebagai ayam lokal.
Sementara itu, Himpuli memprotes penggunaan label ayam kampung pada produk ayam Lingnan karena dinilai merugikan peternak lokal dan membohongi masyarakat sebagai konsumen.
Wirawan menjelaskan dia mendapatkan bibit ayam tersebut pada tahun 2000 dari Kementerian Pertanian. Dari bibit tersebut ia mengembangkan usaha peternakan ayam hingga akhirnya sudah berjalan 13 tahun lamanya.
Ayam yang diproduksi dari peternaknya dipasok sejumlah super market di wilayah Jabodetabek hingga Bandung.
Peternak ayam Lingnan milik Wirawan ini berdiri diatas lahan seluas 1,3 hektar memiliki 31 kandang dimana 21 kandang digunakan untuk pembesaran.
Peternak ayam Lingnan ini memiliki jumlah indukan 1.500 ekor. Kapasitas produksi ke gerai modren selama dua hari sekolah yakni 500 hingga 700 ekor. Dalam sebulan ada 17 kali pemotongan, jumlah ini meningkat bila menghadapi hari besar keagamaan.
"Ayam yang kita jual dalam kondisi mati, dipasok untuk super market di Jabodetabek," katanya.
Pemberian nama ayam Lingnan, lanjut Wirawan berawal saat konsumennya menanyakan jenis ayam yang ia jual karena memiliki daging yang empuk dan enak.
"Waktu konsumen nanya nama ayamnya, spontan saja saya jawab ayam Lingnan. Saya memang sudah memakai label merk ayam Lingnan, tapi tidak ada label ayam kampung," katanya.
Menanggapi protes dari Himpunan Pengusaha Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Wirawan menyatakan siap untuk tidak menggunakan label ayam kampung.
Dia mengatakan, akan mengubah sekmen pasar ayam Lingnan menjadi ayam organik sehingga memiliki pasar sendiri dan tidak menggangu penjualan ayam kampung.
Terkait dengan harga, lanjut Wirawan, pihaknya tetap mempertahankan harga jual yang sudah ada, yakni dari peternakan dijual Rp40.000 per ekor.
"Dari segi harga tetap, tapi dari segi kualitas akan kita kembangkan. Konsep kita ayam organik karena bebas dari antibiotik," katanya. (Antara)