BISNIS.COM, JAKARTA—Sejumlah media cetak hari ini, Jumat (14/6/2013) menyoroti isu kemungkinan inflasi tinggi akibat ketidakpastian kenaikan harga BBM bersubsidi, selain kenaikan BI Rate yang direspons positif dan persoalan pelemahan rupiah yang mengakibatkan era bunga murah berakhir.
"BI Antisipasi Inflasi Tinggi”: Naiknya ekspektasi inflasi akibat ketidakpastian kebijakan bahan bakar minyak dan meningkatnya tekanan terhadap rupiah, dijawab Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate. Rapat Dewan Gubernur BI kemarin menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin (KOMPAS).
“Era Bunga Murah Habis Sudah”: Rentetan pelemahan rupiah yang terjadi belakangan berbuntut panjang. Selang dua hari setelah Fasilitas Bank Indonesia (FasBI) naik 25 basis poin dari 4% menjadi 4,25%, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, kemarin (13/6), juga memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate 25 bps dari 5,75% menjadi 6% (KONTAN).
“Agus Marto Ingkar Janji”: Ketika Bank Indonesia (BI) menurunkan tingkat suku bunga acuan atau BI Rate, kalangan bankir selalu memohon diberi waktu untuk ‘penyesuaian’ menurunkan tingkat suku bunga kredit. Namun, ketika BI menaikkan BI Rate, dijamin para bankir akan sumringah untuk segera menaikkan tingkat suku bunga kreditnya. (NERACA).
“Kenaikan BI Rate Direspons Positif”: Kenaikan BI Rate 25 basis poin menjadi 6% direspons positif oleh pelaku pasar. Langkah itu efektif meredam pembelian dolar AS dan memperkuat rupiah. Tapi, pemerintah diimbau segera menikkan harga BBM bersubsidi untuk mengakhiri ketidakpastian. (INVESTOR DAILY).
“BI Coba Tahan Capital Outflow”: Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 6% dinilai kalangan pengamat sebagai salah satu cara untuk menahan arus keluar modal investor asing. Namun kebijakan BI tersebut sulit untuk merangsang capital inflow karena masih ada risiko yang diperhitungkan investor (INDONESIA FINANCE TODAY).