Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TAUFIK KIEMAS MENINGGAL: Doktor yang Ditangisi Ayah Saat ke GMNI

Siapa Taufik Kiemas, suami mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri? Kisah hidupnya tidak terlalu banyak diketahui orang kebanyakan. Beliau meninggal di Singapore General Hospital.

Siapa Taufik Kiemas, suami mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri? Kisah hidupnya tidak terlalu banyak diketahui orang kebanyakan. Beliau meninggal di Singapore General Hospital.

Padahal, perjalanan hidupnya begitu mengesankan bagi banyak orang, termasuk dengan kedua orang tuanya yang begitu tidak berharap putranya menjadi politikus.

Taufik Kiemas meninggal dalam usia 70 tahun. Politisi itu lahir di Jakarta, 31 Desember 1942. Politisi, yang bergelar Datuk Basa Batuah itu terlahir dari pasangan Tjik Agus Kiemas dan Hamzathoen Roesyda.

Taufiq Kiemas, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), adalah penerima  gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Trisakti karena dinilai sangat berjasa dalam mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan.

Upacara pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Taufiq Kiemas dilaksanakan di Gedung Nusantara IV, komplek MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Minggu (13/3/2013).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono serta sejumlah tokoh di antaranya mantan presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Wapres Hamzah Haz, mantan Wapres M Jusuf Kalla, Ketua MK Mahfud MD, mantan ketua MK Jimly Ashidiqie, hadir dalam acara tersebut.

Menurut Rektor Universitas Trisakti, Thoby Muthis, universitasnya memberikan gelar Doktor Kehormatan kepada Ketua MPR Taufiq Kiemas karena telah melahirkan gagasan Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan Indonesia sehingga nilai-nilai tersebut dapat dipahami oleh para pejabat negara dalam berbangsa dan bernegara.

"Taufiq Kiemas juga telah berhasil dalam mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan bagi seluruh masyarakat Indonesia," tambah Thoby Muthis.

Kisah yang lain, dalam buku "Jembatan Kebangsaan: Biografi Politik Taufik Kiemas", yang diutulis Rustam F Mandayun, Muhammad Yamin, Helmy Fauzy dan Imran Hasibuan yang diluncurkan Kamis 19 Februari 2009, di masa remajanya, Taufik seperti kaum remaja kebanyakan. Membuat grup atau kelompok untuk kalangan sendiri.

Taufik pun saat Sekolah Menengah Atas II Palembang,  membentuk gang anak muda yang diberi nama Don Quixotte. Sesuai namanya, yang mengambil tokoh utama novel klasik Miguel de Cervantes, mereka bercita-cita menaklukkan dunia. Tapi kegiatan utama gangnya tak jauh-jauh dari pesta dan hura-hura.

Rustam F Mandayun, Muhammad Yamin, Helmy Fauzy dan Imran Hasibuan dalam buku itu menulis, sampai pada 19 Agustus 1960, Taufik mendengarkan pidato Presiden Soekarno. Presiden pertama RI itu  saat itu membubarkan  secara resmi  Masjumi dan Partai Sosialis Indonesia di hadapan pengurus dua partai itu.

"Hebat juga presiden yang satu ini, membubarkan partai politik langsung di depan para pemimpin partai tersebut," kata Taufik seperti diceritakan dalam buku biografinya.

Sejak itu, Taufik  penasaran dengan sosok Soekarno dan pemikirannya. Buku-buku Bung Karno dilahapnya ketika masih duduk di bangku SMA. Tapi Taufik hanya bisa mengagumi Soekarno. Padahal,  bapaknya Tjik Agus Kiemas korban dari kesewenangan sang Proklamator tersebut.

Masih dalam buku itu, dikisahkan,  Taufik masuk Fakultas Hukum, dan saat itulah, kekaguman Taufik terhadap  Soekarno menemui saluran. Ketua perploncoan yang juga aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia yang berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia, Djohan Hanafiah, mendengar cerita tentang Taufik yang populer dengan gang Don Quixotte-nya.

"Begitu tahu Taufik ikut perploncoan, Djohan dan pengurus GMNI Palembang  memutuskan merekrut Taufik." Taufik dianggap bakal menjadi darah segar yang bisa mendinamisir GMNI.

Taufik langsung  menerima tawaran itu dan bergabung dengan GMNI. Misi Taufik sederhana: ingin suatu saat bisa memimpin PNI dan dekat dengan Soekarno yang diidolakannya. "PNI itu kan partai orang Jawa. Aku ingin tunjukkan orang Sumatra juga bisa memimpin partai orang Jawa," kata Taufiq.

Dan pikiran Djohan ternyata benar. Setelah Taufik bergabung, rekan-rekan gangnya  ikut bergabung dalam GMNI meski kebanyakan latar belakang mereka dari keluarga Masjumi.

Sementara di rumah, Tjik Agus Kiemas yang mendengar anaknya, Taufik Kiemas, masuk GMNI kaget dan sedih. Aktivis Masjumi itu sempat menangis sedih mengetahui Taufik bergabung dengan GMNI. "Sang ayah tak habis pikir, mengapa Taufik memilih masuk GMNI, bukan organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)." Begitu kisah yang dicuplik buku tersebut.

 

BACA JUGA:

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper