BISNIS.COM, JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wiwi Widastuti --seorang hakim di Pengadilan Tinggi/Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung dalam pengembangan kasus pemberian hadiah terkait dana bantuan sosial (bansos) di Kota Bandung.
Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan satu tim penyidik KPK di Bandung bekerja sama dengan Polrestabes Bandung yang memeriksa beberapa orang dalam kasus pemberian hadiah terkait dana bansos di Kota Bandung.
Beberapa orang yang diperiksa yaitu Hakim Pengadilan Tipikor Bandung Wiwi Widiastuti, Susilo dan Sardoni (Panitera Muda PN/Tipikor Bandung) serta beberapa staf di Pemkot Bandung.
"Pemeriksaan itu sudah berlangsung sejak kemarin," ujarnya, Selasa (16/4/2013).
Terkait dengan kasus itu, KPK telah melakukan pencegahan terhadap Walikota Bandung Dada Rosada untuk bepergian ke luar negeri.
Selain melibatkan Wakil Ketua Hakim Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tedjocahyono dan PNS di Pemkot Bandung, kasus itu juga diduga melibatkan Walikota Bandung Dada Rosada. Politisi Partai Demokrat Dada itu telah dicekal oleh KPK.
KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah pihak penerima suap, Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bandung Setyabudi Tejocahyono dan pemberi suap yaitu sang kurir yang bernama Asep Triana (A), Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Hery Nurhayat dan seorang pengusaha yang bernama Toto Hutagalung.
Akibat perbuatan menerima suap, Hakim Setyabudi terancam hukuman penjara seumur hidup dan denda maksimal Rp1 miliar. Sementara tiga tersangka selaku pemberi suap, dikenakan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp750 juta. Saat ini, KPK sudah menahan keempat tersangka tersebut.
Beberapa waktu yang lalu, muncul surat panggilan palsu atas nama KPK yang ditujukan kepada Dada Rosada, yaitu pemanggilan sebagai saksi.
Johan memaparkan berdasarkan hasil penelusuran Pengawas Internal KPK soal surat panggilan palsu itu terbukti bahwa format surat panggilan itu, baik dari amplop maupun isi surat jauh berbeda dengan format resmi KPK.
Bahkan, nomor telepon yang dicantumkan di dalam surat itu juga berbeda dengan nomor telepon KPK. "Ini sedang ditelusuri, ternyata [nomor telepon] tidak aktif."
Dia menambahkan surat panggilan palsu itu dikirim melalui Tiki Jakarta Pusat. Dalam penelusuran itu, Tim KPK berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat sejak pekan lalu. "Sekarang sedang dilengkapi informasi Pengawas Internal KPK untuk ditindaklanjuti."
Surat panggilan palsu itu diatasnamakan Dipeuti Penindakan KPK Wari Sadono. Pengawas Internal KPK, katanya, telah meminta informasi kepada sekretaris Dada Rosada. Menurutnya, informasi yang diberikan ke Polda Jabar itu merupakan hasil penelusuran KPK. "Nunggu PI selesai penelusuran."