BISNIS.COM, JAKARTA- Perusahaan asal Korea Selatan Hyundai Hysco menggugat Komite Anti-dumping Indonesia (KADI) untuk karena penetapan marjin dumping 13,7% yang dinilai dikeluarkan atas dasar data yang keliru. Hyundai minta marjin dumping 2,38%.
Gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor register 54/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst itu didaftarkan pada 8 Februari. Hyundai menyertakan Menteri Perdagangan sebagai turut tergugat I dan Menteri Keuangan sebagai turut tergugat II.
Berdasarkan berkas gugatan, Hyundai Hysco minta agar pengadilan menyatakan KADI telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada penggugat.
Mereka juga minta pengadilan menyatakan besaran marjin dumping 13,7% dalam laporan akhir hasil penyelidikan anti-dumping tidak sah dan tidak didasarkan atas sesuatu hal yang halal dan oleh karenanya batal demi hukum.
"Menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada penggugat sebesar Rp1,- (satu rupiah)," kata Hyundai dalam permintaan amar putusan, berdasarkan berkas gugatan.
Produsen dan eksportir produk berupa baja lembaran canai dingin itu minta agar marjin dumping diubah menjadi sebesar 2,38%.
Menteri Keuangan, katanya, melalui peraturan menteri mengenakan bea masuk anti-dumping (BMAD) yang besarannya didasarkan pada surat Kementrian Perdagangan.
Keluarnya penetapan BMAD itu didasarkan pada petisi dari dari perusahaan di Indonesia yang merasa dirugikan oleh kehadiran produk dari luar negeri dan minta diadakan penyelidikan anti dumping.
KADI kemudian melakukan penyelidikan dan memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan yang diteruskan kepada Menteri Keuangan untuk dijadikan dasar penerbitan BMAD.
Krakatau Steel
Berdasar gugatan, pada 20 Mei 2011 tergugat telah menerima dokumen permohonan penyelidikan anti-dumping dari PT Krakatau Steel Tbk. (Persero) dan selanjutnya KADI melakukan penyelidikan.
"Tergugat mengajukan atau memberikan kuesioner kepada seluruh perusahaan yang disebutkan di dalam petisi, salah satu diantaranya adalah kepada penggugat," kata Hyundai yang dalam gugatan ini diwakili kuasa hukumnya, Frans Palti H. Situngkir dan Harry T. Prabawa.
Hyundai yang merupakan pihak di dalam penyelidikan merasa telah bekerja sama atau kooperatif secara penuh sesuai dengan Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreementon Tariff and Trade 1994 dan peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia.
Agreement itu adalah hukum positif di Indonesia yang sesuai dengan ketentuan UU No.7 tahun 199 tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan ORganisasi Perdagangan Dunia) dan mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada PP 34/2011.
Pemerikasaan Lokasi
Pemeriksaan ke lokasi juga telah dilakukan pada 16-18 Januari 2012 dengan tujuan meneliti kebenaran dan kelengkapan atas penjelasan dan atau dokumen yang telah Hyundai serahkan kepada KADI sesuai Pasal 16 Ayat 1 PP 34/2011.
Setelah itu KADI menerbitkan data utama (essential facts) yang menunjukkan marjin dumping untuk Hyundai adalah 5,13%.
Hyundai menanggapinya pada 28 September 2012 lewat surat No.1085/P&H/IX/2012. Isinya antara lain koreksi angka marjin dumping.
Berdasarkan bukti-bukti pada kunjungan lokasi dan perhitungan Hyundai sesuai ketentuan dan kebiasaan penyelidikan anti-dumping yang berlaku maka marjin dumping penggugat adalah 2,38%.
Selain itu, berdasarkan surat KADI, penggugat beranggapan data yang digunakan tergugat berasal dari website Hyundai Hysco walaupun data tersebut adalah data lama. Pertemuan juga telah dilakukan, namun tak membuahkan hasil.
Kemudian terbitlah laporan akhir hasil penyelidikan anti-dumping terhadap barang impor baja lembaran canai dingin asal negara Jepang, Republikk Korea, Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, dan Vietnam.
Menurut pengakuan Hyundai, perusahaan Korsel itu tak pernah mendapat salinan aslinya, hanya soft copy. Marjin dumping Hyundai juga ditentukan 13,7% walaupun dalam penyelidikan sebelumnya yang dinyatakan dalam essensial facts marjin dumping itu 5,13%.
"Tindakan tergugat tersebut, menurut hemat penggugat, adalah tindakan semena-mena dan melawan kepatutan dan oleh karenanya dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan melawan hukumyang dilakukan oleh penguasa (onrechtsmatige overheiddaad)," kata Hyundai. (faa)