JAKARTA: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyurati Kementerian Kehutanan agar mengevaluasi izin PT Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk terkait dengan memanasnya konflik antara perusahaan kertas tersebut dengan masyarakat adat Desa Pandumaan dan Desa Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara pada akhir Februari.
Sekretaris Jendral AMAN Abdon Nababan mengatakan perampasan hak-hak masyarakat adat kembali terjadi pada 25-26 Februari, dengan adanya penangkapan oleh aparat keamanan terhadap warga. Hal itu terkait dengan semakin memanasnya konflik antara PT TPL dengan masyarakat adat di kawasan hutan Kemenyan.
Abdon memaparkan konflik itu memanas karena masyarakat adat menolak wilayah tersebut digusur oleh perusahaan kertas tersebut sebagai area operasi di atas wilayah adat warga. Hutan Kemenyan, katanya, tak hanya bernilai ekonomis namun juga sebagai identitas masyarakat adat di wilayah itu.
"Kami mengutuk intimidasi yang dilakukan aparat keamanan dan PT TPL yang tidak menghormati hak-hak masyarakat adat," kata Abdon dalam situs resmi AMAN yang dikutip Selasa, (05/3/2013). "Kami mendesak agar Menteri Kehutanan meninjau, mencabut dan membatalkan surat izin konsesi PT TPL."
AMAN mencatat sejak konflik itu terjadi pada 2009, pemerintah tak memiliki penyelesaian secara jelas walaupun bentrokan terus terjadi. Padahal, sambung Abdon, DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan telah mengirimkan hasil pemetaan tapal batas kepada Kementerian Kehutanan pada Juni 2012.
Abdon mengungkapkan penangkapan yang terjadi pada akhir Februari itu juga diduga melibatkan aksi penjarahan dan kekerasan terhadap perempuan di dua desa tersebut. Selain Kementerian Kehutanan, AMAN juga mendesak kepolisian menarik polisi dan Brigade Mobil (Brimob) dari area sengketa.
"Kami mendesak Kapolri untuk mencegah terjadinya kekerasan dan mengutamakan cara-cara damai dalam menyelesaikan konflik tanah adat," kata Abdon. "Selain itu memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap masyarakat Pandumaan dan Sipituhuta."
Selain kedua lembaga tersebut, AMAN juga menyerukan UKP4, Komnas HAM, Dewan Kehutanan Nasional dan Gubernur Sumatra Utara untuk memberikan solusi atas persoalan tersebut. Berdasarkan situs securites.com, PT TPL yang berkode INRU itu dulu bernama PT Inti Indorayon Utama. Perusahaan itu juga terafiliasi dengan Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL).