JAKARTA: Koalisi Kebebasan Berkekspresi (KKB) menyatakan sedikitnya terdapat lima hal yang akan dilakukan negara untuk kembali mengekang kemerdekaan berserikat melalui RUU Organisasi Kemasyarakatan (ormas).
Pertama, adalah definisi ormas yang terlampau luas sehingga menimbulkan perbenturan dengan defini dan ruang lingkup badan hukum lain, antara lain adalah yayasan. KKB sendiri terdiri dari 10 organisasi sipil.
"Dengan memasukkan yayasan dalam kategori ormas, padahal yayasan sendiri diatur undang-undang, maka ribuan yayasan akan terseret ke dalam ranah politik," demikian KKB dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, (22/02/2013).
Kedua, dalam Pasal 10-18 dinilai menyempitkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul menjadi bentuk ormas. Segala bentuk organisasi berbadan hukum yayasan dan perkumpulan, maupun organisasi tak berbadan hukum, akan wajib mendaftar sebagai ormas.
Ketiga, aturan yang terlalu mendikte, di antaranya adalah pemaksaan persyaratan, misalnya soal kepengurusan pada Pasal 29 dan pengawasan internal (Pasal 54-56).
Keempat, larangan yang multitafsir di bawah kendali pemerintah.
"Organisasi antikorupsi yang sedang menyuarakan upaya penindakan terhadap pejabat publik yang korup bisa saja dianggap sebagai organisasi yang membahayakan keselamatan negara."
Kelima, kekuasaan pemerintah yang menjatuhkan sanksi bagi ormas.
Sanksi akan dijatuhkan bagi ormas yang melanggar kewajiban pada Pasal 21 serta larangan pada Pasal 61, misalnya tidak memiliki surat pengesahan badan hukum atau menganut, mengembangkan, atau menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
"Ancaman sanksi ini jelas merupakan instrumen rezim otoriter untuk merepresi pertumbuhan organisasi masyarakat sipil," kata KKB. (LN)