SURABAYA-Sejak satu dekade terakhir, penipuan layanan investasi di Indonesia telah mencapai 70 kasus dengan estimasi dana yang menguap diperkirakan sekitar Rp21,8 triliun.
Kepala Biro Riset Info Bank Eko Supriyanto mengungkapkan nilai investasi itu bisa lebih besar jika diakumulasi dengan fenomena investasi bodong yang melibatkan koperasi dan lembaga informal lainnya. Pasalnya, catatan kerugian investor selama ini dominan terekam pada lembaga perbankan dan Bapepam-LK.
Dia mencatat penipuan layanan investasi yang selama ini terekam seperti kasus QSAR investasi pertanian merugikan investor Rp 800 miliar, kasus Berlian Artha Sejahtera merugikan investor Rp200 miliar, Gama Smart Karya Utama rugi Rp12 triliun, dan Koperasi Langit Biru dengan nilai kerugian Rp6 triliun.
Sementara investasi gagal bayar diantaranya PT Sari Jaya Sekuritas senilai Rp 245 miliar, PT Antaboga Delta Sekuritas Rp 1,2 triliun, Bakrie Life Rp 360 miliar, serta PT Optima Securities (Optima Group) Rp 1,1 triliun.
Menurut Eko, fenomena investasi bodong di Indonesia menjamur akibat pola pikir investor yang cepat tergiur dengan keuntungan instan. Apalagi, kebanyakan investor tidak pernah berupaya mengidentifikasi izin usaha penyedia layanan investasi.
"Kasus ini tidak akan banyak terjadi kalau investor lebih teliti mengenali perjanjian investasi. Mereka seolah tidak belajar bahwa keseimbangan untung-rugi itu sudah jadi prinsip utama investasi," jelasnya pada seminar yang digelar di Surabaya, hari ini (20/11).
Ke depan, Eko berharap pemerintah memperkuat fungsi dan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, selama ini pengawasan OJK belum mampu mengidentifikasi keberadaan layanan shadow banking.
"Harus disadari, Saat ini ada 660.000 perusahaan investasi yang bentuknya shadow banking, sangat menyerupai bank tapi bukan lembaga perbankan, dan itu luput dari pantauan OJK," katanya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum Bank Mutiara Mahendradatta mengungkapkan indikasi layanan investasi bodong sebetulnya mudah dikenali. Pada kasus reksadana Antaboga, Dia mencontohkan, suku bunga reksadana yang ditawarkan mencapai 13% per tahun, atau jauh melampaui suku bunga layanan serupa.
"Itu kan sangat menggiurkan. Antaboga mampu memanfaatkan karakter investor Indonesia yang mudah tergiur keuntungan semu," jelasnya. (sms)
(faa)