Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KINERJA DITJEN PAJAK: Setoran pajak shortfall Rp73 triliun?

JAKARTA: Realisasi setoran pajak tahun ini diproyeksi kurang dari target (shortfall) antara Rp57 triliun sampai Rp73 triliun.

JAKARTA: Realisasi setoran pajak tahun ini diproyeksi kurang dari target (shortfall) antara Rp57 triliun sampai Rp73 triliun.

 

Prognosa tersebut setara dengan tingkat realisasi penerimaan pajak 91% pada skenario pesimistis, hingga 93% pada skenario optimistis.

 

APBN-P 2012 sendiri mematok target penerimaan pajak, di luar target PPh migas Rp68 triliun yang bukan merupakan domain Ditjen Pajak (DJP), sebesar Rp817 triliun.

 

"Itu angka dari Direktorat Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan (PKP) DJP. Angka itu akan dibahas di rapim [Rapat Pimpinan] DJP. Bisa ada koreksi, bisa tidak," ujar seorang pegawai DJP, akhir pekan lalu (03/11).

 

Direktorat PKP adalah direktorat baru di DJP yang merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang potensi, kepatuhan, dan penerimaan pajak.

 

Shortfall pajak mengacu pada selisih kurang antara target dan realisasi penerimaan. Istilah ini mulai populer di era Dirjen Pajak Darmin Nasution, karena sejak itulah shortfall pajak terus terjadi.

 

Dari kajian makro, data shortfall pajak memiliki efek kejut sekaligus pengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan pasar dan investor, terutama menyangkut persepsi akan kinerja pemerintahan, hingga menekan nilai tukar atau menaikkan bunga utang. 

 

Apabila nanti prognosa penerimaan pajak sebesar 91%-93% itu terbukti, nilai shortfall pajak tahun ini otomatis akan menjadi rekor shortfall pajak terbesar dalam sejarah Republik Indonesia.

 

Rapim akhir tahun di DJP sendiri, menurut kebiasaan selama ini, biasa digelar Oktober. Prognosa penerimaan pajak adalah salah satu agenda utama yang akan dibahas.

 

Namun, sampai hari ini masih belum ada kabar kapan rapim tersebut digelar. "Minggu lalu kan baru saja Rapim Kemenkeu, makanya DJP belum bisa rapim," kata pegawai tersebut.

 

Sayang, Menkeu Agus Martowardojo dalam konferensi pers seusai rapim tersebut tak menyebut-nyebut soal prognosa atau angka perkiraan penerimaan pajak sampai akhir tahun.

 

Yang disebutnya hanyalah prognosa realisasi belanja, yakni 92% dari target Rp1.548,3 triliun, dan defisit APBN-P 2012 akan diproyeksi melebar dari 2,23% ke 2,33%.

 

Belum akurat

Mengomentari data shortfall pajak dari direktorat PKP DJP tersebut, Dirjen Pajak Ahmad Fuad Rahmany mengatakan perhitungan data prognosa penerimaan pajak itu masih belum akurat.

 

"Saya nggak mau kasih prognosanya [penerimaan pajak sampai akhir tahun] karena masih ada room [ruang] untuk perbaikan," katanya.

 

Sebelumnya, dalam satu wawancara di Jakarta awal Oktober lalu, Fuad sempat berkomentar mengenai  realisasi penerimaan pajak tahun ini.

 

“Saya belum berani target itu akan tercapai, karena kondisi ekonomi saat ini kurang menguntungkan terhadap  penerimaan pajak,“ katanya, Rabu (10/10).

 

Sampai 23 Oktober, penerimaan PPh nonmigas dan PPN plus PPnBM—dua komponen utama penyumbang pajak—masing-masing baru terealisasi 69% senilai Rp309 miliar dan 73% senilai Rp247 miliar.

 

Dari data itu terlihat, selama 10 bulan terakhir penerimaan pajak baik PPh nonmigas maupun PPN plus PPnBM per bulan hanya mencapai rata-rata 7% dari target.

 

Itu berarti, dalam dua bulan terakhir sebelum tutup buku 31 Desember 2012, setiap bulannya Ditjen Pajak harus meraup masing-masing 15% dari target, atau dua kali lipat lebih tinggi dari capaian rata-rata 10 bulan sebelumnya.

 

Pegawai pajak tadi mengatakan dalam situasi ini Ditjen Pajak akan terdorong melakukan cara-cara tradisional, baik itu ijon (menarik pajak yang boleh dibayar akhir Maret, atau memperbesar porsi DTP (pajak ditanggung pemerintah).

 

Apabila cara-cara tradisional itu dilakukan, dia yakin, setoran pajak sampai akhir tahun akan mencapai 95% dari target, atau dengan shortfall ‘hanya’ Rp41 triliun.

 

“Tapi cara-cara tradisional itu kan tidak melanggar UU, dan semua angkanya ada. Yang perlu diwaspadai adalah adanya double posting saat penagihan dan penerimaan, serta yang terparah, rekayasa data TI.”

 

Sayang, Fuad enggan berkomentar lebih banyak tentang situasi ini. "Lihat saja nanti hasilnya lah...," katanya.  (Bsi)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper