JAKARTA: Pernyataan Presiden SBY bahwa kasus bentrok antara kelompok warga dan penganut Syiah di Sampang akibat lemahnya intelijen mendapat tanggapan yang beragam dari Anggota DPR.
Kasus yang mendapat sorotan luas dari kalangan media massa tersebut bagi Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika itu menunjukan polisi kecolongan untuk melakukan antisipasi. Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, apa yang dikatakan Presiden SBY benar karena kecolongan itu jelas terlihat akibat intelijen kepolisian tidak mampu mendeteksi potensi kerusuhan lebih dini.
Kerusuhan itu, ujarnya, tidak metetus tiba-tiba dan kalau antisipasi lebih cepat dilakukan maka kerusuhan bisa dihindari. Apalagi, ujarnya, potensi munculnya bentrokan antara penganut Syiah dan Suni di Sampang sudah terlihat karena pernah terjadi sebelumnya.
"Posisinya kasus itu kan sudah pernah muncul, potensi itu sudah ada dan bulan-bulan Ramadan sampai lebaran itu potensi waktu untuk orang-orang berkumpul. Artinya secara ilmu intelijen peredaman-peredaman itu harus sudah jalan," ujarnya hari ini, Selasa (28/8/2012).
Sedangkan bagi politisi PDI Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo pernyataan Presiden SBY yang menyatakan intelijen lemah dianggap, mengejutkan dan menyedihkan. Menurutnya seorang Presiden RI sampai yang menyatakan sendiri intelijen lemah, menandakan adanya masalah serius yang bisa membahayakan negara dan rakyat Indonesia.
Dia mengaku menyayangkan pernyataan dari Presiden karena hal itu menunjukkan tingkat kinerja intelijen negara dan tingkat koordinasi jaringan intelijen oleh presiden tidak jalan,” ujarnya.
Namun demikian dia mengakui pernyataan itu juga merupakan bentuk kekecewaan SBY kepada jajaran intelejen negara.
Kalau sampai sinyalemen Presiden tersebut benar, ujarnya, berarti pemerintah sudah pada posisi yang membahayakan karena dukungan data dari intelijen tidak akurat, ujarnya. Dia menilai terjadinya kasus Sampang adalah karena tidak adanya koordinasi di antara aparat intelijen di lapangan. (sut)