MALANG: Aturan hunian berimbang 1:2:3 yang draf-nya segera masuk ke Kementerian Hukum dan HAM sulit diterapkan karena pertimbangan aspek bisnis.Wakil Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Jatim Tri Wedyanto, mengatakan pengertian hunian berimbang dalam aturan harus jelas standarnya. Standarnya harus setempat, yakni dalam satu kompleks perumahan.“Kalau standarnya dari pemerintah dengan mengacu rumah sederhana Rp88 juta, maka sulit diterapkan di lapangan. Pengembang perumahan mewah tidak mungkin menyediakan rumah sederhana seharga itu,” kata Tri Wedyanto di Malang, Selasa (29 Mei).Pengembang perumahan mewah, lanjut dia, untuk memperoleh tanah sering membayarnya dengan harga mahal. Penyebabnya karena biasanya memilih lokasi yang strategis, seperti mudah diakses jalan besar, dekat dengan fasilitas-fasilitas umum lainnya, dan lainnya.Dengan harga yang tinggi, menurut dia, maka tidak mungkin pengembang membangun rumah sederhana dalam satu kompleks perumahan mewah dengan harga standar pemerintah.Jika dipaksakan, pengembang tentu akan merugi. Dampaknya mereka akan malas merealisasikan proyek perumahan mewah dengan alasan dari sisi bisnis tidak layak, karena harus menyediakan perumahan sederhana.Namun bagi pengembang perumahan sederhana, lanjut Direktur PT Kharisma Karangploso Indah itu, maka ketentuan tidak bermasalah. Malah menguntungkan.Dengan begitu maka pengembang perumahan sederhana tidak hanya menyediakan rumah sederhana sesuai dengan bisnis inti mereka, melainkan bisa menyediakan rumah menengah dan mewah.Dengan demikian, maka keuntungan pengembang bisa lebih tinggi. Hasil penjualan perumahan menengah dan atas bisa menyubsidi pengadaan perumahan sederhana.(api)
BACA JUGA:
Peraih tertinggi ujian nasional 2012
Negara kehilangan Rp2,35 triliun!!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel