JAKARTA: Pakar perdagangan saham Adler Haymans Manurung mengungkapkan perjanjian margin dapat dijadikan pertimbangan majelis hakim dalam menyelesaikan sengketa perdagangan saham
Penegasan itu disampaikan Adler yang juga sebagai Guru Besar Manajemen Bisnis di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memberikan pendapatnya (Ahli) dalam sidang sengketa perdagangan saham, antara PT Danareksa Sekuritas dengan perusahaan Renaissance Capital Management PTE LTD di pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.
Menurutnya, para pihak yang terikat dalam perdagangan saham itu harus tunduk dengan perjanjian margin yang telah disepakati. “Sehingga dengan demikian, bisa dijadikan pertimbangan dalam menyelesaikan masalah saham tersebut,” katanya.
Dalam perjanjian margin itu, lanjutnya, harus secara tegas disebutkan adanya kata-kata perjanjian margin, bukan sekedar perjanjian kerjasama saja.
“Harus ada kata-kata perjanjian margin sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pasar Modal,” katanya.
Dia menambahkan secara terinci jika seorang investor ingin melakukan transaksi perdagangan saham dengan nilai investasi sebesar Rp10 juta. “Maka perusahaan tersebut berkesempatan untuk melakukan transaksi hingga mencapai nilai Rp100 juta atau bertambah Rp90 juta dari nilai investasinya. Tapi, jika investor itu bermain saham yang nilainya melebihi batas yang ditetapkan itu, maka yang bersangkutan harus melakukan Top UP, atau menambah nilai investasinya lagi.”
Adler juga menerangkan kesepakatan yang mengacu pada aturan T Plus 3 dalam perdagangan saham. “Jika para pihak telah menyetujui untuk melakukan transaksi perdagangan sebagaimana diatur dalam ketentuan dimaksud, konsekuensinya harus menerima hasilnya.”
Dalam surat gugatnya, kuasa hukum PT Danareksa, Achmad Muiszudin dari kantor Warens & Partners mengatakan pada 30 Agustus 2007, penggugat mengajukan offering letter pada tergugat untuk penawaran transaksi margin. Tergugat memperoleh fasilitas kredit dari penggugat untuk membeli saham sebesar sebesar Rp50 miliar yang disetujui Chairman atau Direktur PT Renaissance Capital Management PT LTD, Prem R.Harjani.
Atas persetujuan itu, 3 Oktober 2007, rekening tergugat diaktivasi ke system penggugat untuk selanjutnya transaksi margin dilakukan atas nama tergugat oleh penggugat dilakukan melalui rekening tersebut. Awalnya, 30 Agustus 2007 hingga 30 Juni 2007, tergugat bertransaksi dengan reputasi baik. Namun belakangan hingga 31 Desember 2006, jumlah utang tergugat tercatat Rp24,9 miliar.
Tunggakan utang tergugat pada 20 April 2009 telah mencapai Rp26 miliar, sehingga penggugat mengirim surat kepada tergugat agar melakukan Top Up, sedangkan nilai asset berupa saham milik tergugat hanya mencapai Rp18,1 miliar. “maka sesuai aturan main, tergugat harus Top Up sampai dengan angka mencapai Rp39 miliar.’
Pada 12 Juni 2009, tergugat berjanji kepada penggugat untuk menyelesaikan kewajiban utangnya yang dituangkan dalam surat perjanjian. Namun hingga 14 Agustus 2009, penggugat mengirimkan surat kepada tergugat untuk menyelesaikan kewajibannya tersebut, tetapi beberapa surat peringatan yang disampaikan penggugat sama sekali tidak ditanggapi tergugat untuk menyelesaikan tanggung jawabnya.”Sehingga sejak gugatan ini dilayangkan, kewajiban utang tergugat hingga 28 Februari 2011 telah mencapai Rp35,4 miliar.’
Dalam petitumnya, penggugat meminta majelis hakim agar memutuskan tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi hingga 31 Januari 2011 yang mencapai Rp35,4 miliar dan memerintahkan tergugat agar membayar utangnya serta member surat kuasa kepada penggugat untuk menjual asset berupa saham sebagai bagian untuk mengurangi utangnya tersebut. Selain itu, tergugat juga diminta untuk membayar sisa utangnya setelah dikurangi hasil penjualan sahamnya
Namun dalam jawabannya, kuasa hokum PT PT Renaissance Capital Management PT LTD, Hartono Tanuwijaya, mengatakan tergugat pernah mendapat penawaran offering letter dari penggugat dan atas penawaran itu telah dibuat dan ditandatangani bersama antara penggugat demngan tergugat di wilayah hokum Negara Singapura.
Tergugat juga menolak dalil gugatan penggugat yang menyebutkan “….rekening tergugat diaktivasi ke system penggugat, untuk selanjutnya transaksi margin dilakukan atas nama tergugat oleh penggugat dilakukan melalui rekening ini.”
Menurut tergugat, penggugat tidak menjelaskan dalam dalilnya, siapa yang melakukan tindakan aktifasi tersebut dan siapa yang melakukan transaksi by call atau by email untuk kepentingan tergugat.
Dalam jawabannya, tergugat tidak pernah diberikan dan atau menerima statement account per bulan yang memuat tentang posisi jumlah aktifasi utang tergugat kepada penggugat dan tergugat pun tidak pernah mengikatkan diri untuk memberikan saham jaminan kepada penggugat.
Kuasa hukum tergugat ini pun menolak dengan tegas gugatan penggugat pada halaman 5 poin 12 karena selama ini tergugat tidak pernah mendapatkan informasi keuangan mengenai keberadaan aset saham tergugat yang berada di tangan penggugat. (sut)