Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antara popularitas ESEMKA dan karut marut pendidikan kita

Wajah pendidikan Indonesia cukup sumringah dalam seminggu terakhir. Karya siswa-siswa SMKN 2 Solo, SMKN 5 Solo, dan SMK Warga Solo yang didampingi oleh Kiat Motor, Klaten benar-benar membanggakan dan menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan masyarakat,

Wajah pendidikan Indonesia cukup sumringah dalam seminggu terakhir. Karya siswa-siswa SMKN 2 Solo, SMKN 5 Solo, dan SMK Warga Solo yang didampingi oleh Kiat Motor, Klaten benar-benar membanggakan dan menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan masyarakat, dari kafe, warung tenda, hingga istana dan gedung DPR.Tanpa rasa malu sedikit pun, para wakil rakyat yang terhormat ramai-ramai menyanjung dan menjadikannya kendaraan politik yang seksi, baik untuk menekan pemerintah (bagi para oposisi), maupun hanya untuk sekedar pencitraan dari kubu koalisi.Mereka lupa, sudah pernah mempermalukan diri sendiri terkait rencananya membangun gedung DPR yang megah dan toilet yang super mewah hingga harganya bermiliar-miliar.Coba kalau anggaran untuk gedung atau toilet dialokasikan untuk memberdayakan potensi kreatif anak bangsa seperti mobil ESEMKA tersebut, coba mereka memberi perhatian sejak mobil tersebut masih jadi wacana.Kalau sekarang baru bersuara, mereka bisa dituduh sebagai penumpang gelap yang hanya mencari popularitas semu untuk menggaet dukunggan massa yang sebenarnya sudah telanjur apatis.Mobil SUV Esemka menambah daftar prestasi anak bangsa dalam bidang teknologi, khususnya otomotif. Setelah beberapa jenis mobil produksi nasional muncul kemudian tenggelam, Esemka menjadi angin segar dan seakan mengingatkan kembali akan potensi dan kreativitas bangsa ini.

Apalagi, mobil Esemka memiliki kandungan lokal 80%, artinya mobil tersebut benar-benar murni hasil karya anak-anak Indonesia.Popularitas ESEMKA diawali dengan dijadikannya mobil tersebut sebagai mobil dinas oleh Wali Kota Solo Joko Widodo. Pemberitaan ini juga menarik minat para politikus di DPR yang secara terbuka menyatakan niat mereka membeli dan menggunakan mobil tersebut. Termasuk Ketua DPR Marzuki Alie.

Namun, muncul pula keraguan, apakah anggota DPR serius mendukung kemandirian nasional atau sekadar memanfaatkan Esemka demi kepentingan politik.Kabar terakhir, pembuatan mobil Esemka libatkan Usaha Kecil Menengah (UKM) di 33 titik dan jumlah pesanan dalam hitungan hari sudah mencapai 2000 unit.Di luar hingar bingar keberhasilan siswa-siswa SMK dalam menciptakan mobil ESEMKA tersebut, sebenarnya wajah pendidikan kita masih jauh dari kata cerah. Mahalnya pendidikan akhir-akhir ini memaksa orang tua siswa harus berfikir sejuta langkah untuk bisa menyekolahkan anaknya.Bayangkan, di Depok saja, untuk masuk SD, orang tua minimal harus menyiapkan Rp10 juta. Sementara biaya masuk TK bisa antara Rp3 juta-Rp7 juta. Belum lagi kebijakan teknis yang selalu berubah-ubanh setiap kali ganti pejabat Menteri, sehingga kesinambungan pendidikan tidak akan pernah terjadi.Alokasi pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dinilai hanya jargon politik semata, karena sama sekali tioak ada usaha dari pemerintah untuk menurunkan biaya pendidikan.Dalam praktiknya tidak sampai 50% anggaran itu benar-benar untuk peningkatan mutu pendidikan. Lebih banyak untuk belanja pegawai, belanja alat sekolah, dana BOS, yang pertanggungjawabannya kurang dapat dipertanggungjawabkan.Alih-alih ingin mencerdskan bangsa , pemerintah malah melepas status Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Usaha Pendidikan yang membuat perguruan tinggi berlomba-lomba mematok tarif yang setinggi langit.Tak tanggung-tanggung, untuk mengkuliahkan anaknya, orangtua siswa harus menyiapkan puluhan juta hingga ratusan juta. Bila memikirkan hal ini, sangat miris dan terancam jutaan anak usia produktif tidak sekolah.Situasi demikian terjadi karena pemegang kebijakan masih menganggap investasi pendidikan hanya dianggap membuang uang. Padahal di negara lain, pendidikan dijadikan sebagai investasi jangka panjang untuk membangun SDM demi kepentingan pembangunan ekonomi.Alokasi pendidikan di sejumlah negara lainnya jauh di atas Indonesia. Seperti di Australia sebanyak 46% dari APBN, Malaysia 26%, Singapura 32%, dan Amerika Serikat hingga 68%.Ironinya, sistem pendidikan yang tidak berpihak kepada masyarakat banyak, diperparah dengan kualitas pendidikan yang jauh dari kategori baik. Konyolnya, masyarakat membayar biaya pendidikan yang mahal, namun tidak setimpal dengan kualitas yang didapat.Baik pemerintah maupun penyelenggara pendidikan, sama-sama tidak memiliki tanggung jawab. Atas kondisi demikian, pemerintah dan DPR sebaiknya serius menambah dalam menanggung lebih besar biaya pendidikan untuk masyarakat.Pembebanan biaya pendidikan kepada siswa harus disikapi dan diperhatikan baik-baik oleh presiden karena ini bagaimanapun terkait dengan target untuk mencapai dan memberikan hak-hak warga negara atas pendidikan.Hal ini jelasnya juga sesuai dengan pasal 28 UUD 45 bahwa tercapainya hak-hak pemajuan, pemenuhan, penegakan dan perlindungan hak asasi manusia termasuk didalamnya adalah hak pendidikan ada pada presiden.Bila memikirkan hal di atas, maka keberhasilan siswa-siswa SMK dalam pembuatan ESEMKA bisa hanya jadi lipstik saja, di tengah karus marutnya dunia pendidikan kita.([email protected])

 

Baca juga:

Review Otomotif: Kapan Merek Lokal Berjaya


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper