Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed lanjutkan stimulus moneter

JAKARTA: Bank sentral Amerika Serikat tetap melanjutkan pemberian stimulus moneter, meskipun laju pertumbuhan ekonomi negara itu bergerak semakin cepat.

JAKARTA: Bank sentral Amerika Serikat tetap melanjutkan pemberian stimulus moneter, meskipun laju pertumbuhan ekonomi negara itu bergerak semakin cepat.

Stimulus yang dimaksud adalah meneruskan program pembelian surat utang pemerintah AS (US Treasury) dengan total nilai US$600 miliar hingga akhir Juni 2011, biasa disebut quantitative easing tahap II.Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) juga mempertahankan suku bunga di level mendekati 0%, yaitu di kisaran 0%-0,25%,untuk peretmuan yang kesekian kalinya sejak Desember 2008. "Suku bunga rendah kemungkinan dipertahankan untuk periode lama guna mengantisipasi kondisi ekonomi, seperti utilisasi rendah, inflasi rendah dan ekspektasi inflasi yang stabil," jelas Federal Open Market Committee (FOMC), komite pasar the Fed, dalam pernyataan tertulis di situs resminya, hari ini. Menurut bank sentral, meskipun pemulihan ekonomi berlanjut, skalanya belum cukup untuk memperbaiki pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam. Harga komoditas juga mengalami peningkatan, tetapi ekspektasi inflasi jangka panjang tetap stabil dan inflasi inti cenderung rendah. Tingkat pengangguran per Desember 2010 berada di level 9,4%, sedikit menurun dari 9,8% pada bulan sebelumnya. Berdasarkan pantauan The Fed, inflasi, mengecualikan harga makanan dan bahan bakar, meningkat 0,8% selama 12 bulan hingga November 2010.Laju inflasi itu jauh lebih lemah dari target otoritas moneter di kisaran 1,6% hingga 2%. Sejak quantitative easing tahap II diimplementasikan pada 12 November, the Fed telah membeli surat utang pemerintah AS sebanyak US$261 miliar. Namun, pada periode yang sama, Bloomberg mencatat dolar AS justru menguat 2% terhadap sekumpulan mata uang. Fakta ini berkebalikan dengan potensi pelemahan dolar seperti yang dikhawatirkan para politisi Republik dan sejumlah negara berkembang, terutama China. (esu/dea)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper