Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARI BUMI: Setop Sampah Plastik, Setop Sampah Politik

Koalisi Masyarakat Alam Lestasi mengajak masyarakat setop mengotori bumi dengan sampah plastik serta sampah politik.
Limbah plastik/Reuters
Limbah plastik/Reuters

Bisnis.com,JAKARTA- Koalisi Masyarakat Alam Lestasi mengajak masyarakat tidak mengotori bumi baik dengan sampah plastik maupun praktik korupsi SDA.

Siti Juliantari, perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa seruan itu bertepatan dengan Hari Bumi 22 April. Pihaknya mengedepankan jargon setop sampah plastik setop sampah politik karena kedua hal tersebut memiliki kesamaan.

“Kalau kita meninggalkan sampah plastik berdampak panjang pada lingkungan. Sama juga dengan pemilihan kepala daerah kita melakukan coblosan hanya beberapa menit tapi efeknya sangat panjang,” ujarnya, Minggu (22/4/2018).

Karena itu, pihaknya menilai penting bagi para pemilih untuk mencoblos orang yang dapat memastikan bahwa bumi dan seluruh isinya bukan komoditas, juga bukan lahan basah untuk dikorupsi. Dengan demikian, Pilkada baik dari tahapan kampanye hingga saat kepala daerah tersebut menjabat tidak menjadi sampah politik.

Koalisi menilai, setidaknya ada tiga permasalahan utama dalam pengelolaan lingkungan atau sumber daya alam. Pertama, masih terdapat sejumlah kebijakan yang tidak menjawab kebutuhan rakyat atau bahkan kebijakan lingkungan yang berdampak buruk pada kelestarian lingkungan, malah cenderung merugikan.

Kedua, masih tingginya angka kriminalisasi berupa ancaman dan intimidasi terhadap para pejuang lingkungan dan agraria alias para penjaga bumi kita, sebut saja seperti yang dialami oleh Budi Prego yang menolak tambang di Tumpang Pitu, Basuki Wasis, ahli yang membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghitung kerugian ekologis/lingkungan dalam kasus korupsi Nur Alam. Atas kesaksiannya sebagai ahli tersebut, Basuki malah digugat secara perdata oleh Nur Alam, terdakwa korupsi.

“Ketiga, akibat dari korupsi sumber daya alam, sangat mengerikan. Tidak hanya hilangnya kekayaan alam dan potensi penerimaan Negara, tetapi juga mengakibatkan kerusakan ekologis yang nilainya mencapai triliunan rupiah setiap kasusnya. Sampai saat ini korupsi di sektor sumber daya alam masih merajalela, salah satu bentuk yang paling populer adalah suap dalam pemberian izin,” paparnya.

Nisirina dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan mengatakan terkait berbagai fenomena tu, koalisi mengajukan beberapa tuntutan. 

Tuntutan itu di antaranya meminta seluruh pihak yang terlibat sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada Serentak untuk tidak menjadikan alam sebagai komoditas politik dalam Pilkada Serentak 2018.

“Pemerintah, baik pusat dan daerah menghentikan kebijakan yang berbau lingkungan, tetapi sebenarnya tidak prolingkungan. Kebijakan ini dalam praktiknya merampas ruang hidup rakyat,” paparnya.

Pemerintah lanjutnya, harus menjalankan keputusan pengadilan terhadap kasus-kasus gugatan masyarakat atas pengelolaan SDA dan agraria.

Pihaknya juga meminta kepada seluruh pihak untuk menghentikan upaya kriminalisasi atau ancaman terhadap pejuang lingkungan dan agraria dan audit segera kerugian negara akibat kebijakan dan proyek yang merusak alam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper