Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KARTEL SAPI: Feedloter Minta Advokasi Kebijakan

Perusahaan penggemukan sapi atau feedloter meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha memberikan advokasi kebijakan ke pemerintah daripada menghukum para feedloter.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat./ Deliana Pradhita Sari
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat./ Deliana Pradhita Sari

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan penggemukan sapi atau feedloter meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha memberikan advokasi kebijakan ke pemerintah daripada menghukum para feedloter.

Kuasa hukum PT Austasia Stockfeed dan PT Santosa Agrindo, Asep Ridwan dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partner mengatakan KPPU sebaiknya fokus saja memberi masukan kepada kementerian terkait mengenai kuota impor sapi. Pasalnya, feedloter hanya menjalankan instruksi pemerintah.

Austasia Stockfeed dan Santosa Agrindo tengah mengajukan permohonan pembatalan putusan kartel No. 10/KPPU-I/2015. Sebanyak 32 feedloter dinyatakan menahan pasokan sapi ke rumah pemotongan hewan (RPH) di Jabodetabek sehingga harga melambung.

“Klien kami tidak melanggar Pasal 19 tentang menahan pasokan seperti yang dituduhkan KPPU,” ujarnya kepada Bisnis usai sidang, Selasa (23/5).

Pihaknya mengklaim pasokan sapi tetap ada di RPH. Kalaupun terdapat penurunan, lanjutnya, hal itu disebabkan adanya pemangkasan kuota secara drastis oleh pemerintah pada kuartal II/2015, dari 250.000 menjadi 50.000 ekor.

Secara logika, tuturnya, masing-masing pelaku usaha harus mengatur kembali jumlah rencana pasokan.

Terkait adanya kenaikan harga daging di pasar, Asep mengklaim tidak ada kaitannya dengan feedloter. Pasalnya, sistem jual feedloter hanya sampai off farm (kandang). Adapun harga daging di pasar ditentukan pihak lain secara independen yang tidak memiliki afiliasi dengan feedloter.

Sejumlah perusahaan lain yang divonis kartel juga mengajukan keberatan. Sidang digelar jadi satu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka juga menuduh kebijakan pemerintah yang memangkas kuota impor sebagai sumber persoalan.  

Kuasa hukum 10 pemohon Rian Hidayat dari kantor hukum Total Consulting mengatakan jalur pembatalan putusan KPPU diambil guna memperoleh keadilan.

Pemohon menyesalkan putusan KPPU yang menyematkan status kartel kepada para feedloter. Dia menolak tuduhan KPPU bahwa 10 kliennya telah sengaja menahan pasokan sapi ke rumah pemotongan hewan (RPH) pada 2015.

“Kami tidak pernah melakukan kartel. Perlu dicatat, semua ini berawal dari kebijakan pemerintah yang memangkas kuota impor pada tahun tersebut,” katanya kepada Bisnis.

Dengan begitu, lanjut Rian, feedloter mau tidak mau harus mengurangi produksi akibat kebijakan pemerintah.  Selanjutnya, kelangkaan sapi menjadikan harga daging sapi melambung mencapai Rp130.000 pada kuartal II/2015.

“Semua ini murni kebijakan pemerintah. Jangan feedloter yang disalahkan,” tuturnya.

Dalam permohonan pembatalan putusan, dia juga membantah dakwaan KPPU yang menyebut feedloter tidak merealisasikan kuota impor di atas 80%. Dirinya menjamin kliennya telah melaksanakan kuota impor dari pemerintah di rentang 90%–99%.

Rian mewakili 10 terlapor yakni terlapor I PT Andini Karya Makmur, terlapor V PT Andini Agro Loka, terlapor XXII PT Kariyana Gita Utama, terlapor XXIX PT Kadila Lestari Jaya, terlapor XXX CV Mitra Agro Sangkuriang dan terlapor XXXI CV Mitra Agro Sampurna.

Selain itu dia juga mewakili terlapor XI PT Great Giant Live Stock, terlapor XXV PT Nusantara Tropical Farm, terlapor XXI PT Widodo Makmur Perkasa dan terlapor XV PT Pasir Tengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper