Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi E-KTP : Badai Penyangkalan Terus Terjadi

Badai penyangkalan terus terjadi dalam sidang kasus korupsi pengadaan KTP elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Kamis (6/4/2017).
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT-IB) menggelar aksi mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (22/3)./Antara-Reno Esnir
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT-IB) menggelar aksi mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau E-KTP di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (22/3)./Antara-Reno Esnir

Kabar24.com, JAKARTA- Badai penyangkalan terus terjadi dalam sidang kasus korupsi pengadaan KTP elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Kamis (6/4/2017).

Dalam persidangan kali ini Tim Penuntut Umum yang diketuai oleh Irene Putri menghadirkan beberapa politisi seperti Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, politisi Partai Golkar lainnya, Ade Komarudin dan Markus Nari, serta mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Dalam kesaksiannya, Setya Novanto yang disebut-sebut dalam dakwaan mengatur berbagai pertemuan untuk mengatur proses pembahasan anggaran dan pembagian persentase proyek tersebut membantah bahwa dia berperan aktif sebagaimana dalam dakwaan tersebut.

Dia mengaku mengetahui proses pembahasan penganggaran proyek KTP elektronik dari anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi II. Saat proses pembahasan itu dilakukan pada 2010, Setya Novanto menduduki jabatan Ketua Fraksi Partai Golkar.

“Saya tidak begitu ingat, tapi pembahsan itu dilaporkan dalam rapat pleno setiap sebulan sekali dan dilaporkan Ketua Komisi II saat itu Chairuman Harahap. Yang saa pahami KTP elektronik ini program nasional dan yang penting harus sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Dia mengaku mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam suatu pertemuan di salah satu restoran miliknya sebelum proyek pengadaan KTP elektronik. Dia mengatakan pernah didatangi oleh seseorang yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Andi Narogong di salah satu restoran milik Setya medio 2009.

“Andi mau menawarkan penjualan kaos partai. Setelah saya cek harganya terlalu mahal sehingga akhirnya saya tolak. Seingat saya, dua kali dia menemui saya. Setelah saya tolak dia datang lagi tawarkan produk dari China dan saya tolak lagi,” tuturnya di hadapan majelis hakim.

Setya juga membantah bahwa dia pernah meminta politisi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo agar tidak terlalu vokal dalam mengkritisi pembahasan anggaran proyek KTP elektronik.

Setya membenarkan pertanyaan majelis hakim bahwa dia pernah berjumpa dengan Ganjar Pranowo di terminal bandara di Bali. Meski demikian dia tidak pernah mengatakan sebagaimana yang diungkapkan oleh Ganjar dalam persidangan sebelumnya.

Dalam persidangan pekan lalu, Ganjar Pranowo mengungkapkan bahwa dia mengkritisi pembahasan anggaran proyek pengadaan senilai Rp5,9 triliun itu untuk memastikan bahwa penggunaan uang negara benar-benar dilaksanakan secara seksama.

Suatu ketika, saat hendak mengikuti kegiatan di Bali, Ganjar mengaku pernah berjumpa dengan Setya Novanto di bandara. Kala itu, menurut Ganjar, Setya mengatakan bahwa pembahasan anggaran proyek tersebut sudah beres atau diatur dengan baik sehingga Ganjar tidak perlu mengkritisi.

“Saya bilang oh begitu ya. Saya tidak ada urusan,” papar Ganjar.

Politisi Golkar lainnya, Markus Nari membantah bahwa dia menerima uang sebesar Rp4 miliar dari kedua terdakwa. Dia mengungkapkan pernah mendatangi Irman bersama tim untuk membicarakan perihal proses penanganan proyek KTP elektronik.

Akan tetapi, setelah dikonfrontasi, baik Irman maupun Sugoharto, para terdakwa, mantan petinggi Kementerian Dalam Negeri mengatakan bahwa Markus pernah meminta dan menerima uang.

Menurut Irman, ketika mendatangi kantornya, Markus Nari meminta sejumlah uang dan disanggupi olehnya dengan memerintahkan Sugiharto untuk menyerahkan uang tersebut.

“Benar saya yang menyerahkan uang Rp4 miliar langsung ke tangan Markus Nari,” paparnya Sugiharto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper