Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Brasil tengah menyiapkan kebijakan insentif pajak besar-besaran untuk menarik investasi pusat data dari perusahaan teknologi global.
Melansir dari Reuters, Selasa (29/4/2025) Menteri Keuangan Brasil, Fernando Haddad akan berkunjung ke Silicon Valley guna mempromosikan Brasil sebagai tujuan utama infrastruktur digital yang berkelanjutan.
Dalam lawatannya ke California pada 6 Mei, Haddad dijadwalkan bertemu dengan eksekutif teknologi dalam sebuah sarapan bisnis di Palo Alto.
Dirinya akan menyoroti kekuatan Brasil dalam hal energi terbarukan, yang menyumbang lebih dari 80% pasokan listrik nasional sebagai daya tarik utama bagi investasi pusat data ramah lingkungan.
Berbicara dalam acara yang diselenggarakan oleh konglomerat keuangan J. Safra di Sao Paulo, Haddad mengonfirmasi rencana perjalanan tersebut.
Haddad mengatakan Brasil berniat memanfaatkan potensi energi bersihnya untuk mempercepat arus investasi teknologi dan kebijakan fiskal baru untuk mendukung tujuan ini.
Baca Juga
Menurut dua sumber yang mengetahui rencana tersebut, pemerintah memperkirakan insentif ini bisa membuka investasi US$352 miliar atau sekitar Rp5.910 triliun dalam satu dekade ke depan.
Angka tersebut termasuk efek limpahan ke sektor konstruksi, telekomunikasi, serta layanan berbasis kecerdasan buatan.
Kebijakan baru tersebut akan memberikan pembebasan pajak federal. Termasuk PIS, Cofins, IPI, dan bea masuk atas belanja modal untuk infrastruktur teknologi informasi pusat data. Namun, pengecualian ini tidak mencakup belanja non-TI seperti pembangunan fisik gedung.
Salah satu sumber menekankan bahwa biaya terbesar dalam pengembangan pusat data bukanlah listrik, tetapi depresiasi perangkat keras, yang menjadi tantangan akibat sistem perpajakan Brasil yang kompleks dan membebani.
Sumber yang sama juga mengungkapkan bahwa investasi pusat data yang direncanakan oleh ByteDance, perusahaan induk TikTok asal Tiongkok, termasuk dalam proyek yang berpotensi memperoleh manfaat dari kebijakan ini. Meski demikian, kebijakan tersebut membutuhkan persetujuan kongres untuk dapat diberlakukan secara permanen.
Rencana insentif ini juga dilatarbelakangi oleh meningkatnya ketegangan perdagangan global, seperti tarif baru AS dan konflik dagang dengan Tiongkok. Brasil melihat posisinya yang netral secara diplomatik sebagai nilai tambah dalam menarik modal asing.
Meski reformasi pajak tahun lalu di bawah Presiden Luiz Inacio Lula da Silva telah memberikan pembebasan pajak belanja modal, ketentuan tersebut baru akan berlaku mulai 2033.
Oleh karena itu, kebijakan baru ini dirancang untuk mempercepat manfaat tersebut, dengan fokus pada proyek yang memenuhi kriteria keberlanjutan.
Untuk bisa mendapatkan insentif, proyek harus menggunakan 100% energi terbarukan dan menyisihkan sebagian kapasitas untuk kebutuhan dalam negeri.