Bisnis.com, JAKARTA - Uni Eropa (UE) berencana menerapkan pembatasan baru terhadap produk makanan impor yang menggunakan pestisida beracun yang dilarang di blok tersebut.
Hal tersebut dilakukan guna mengatasi keluhan petani mengenai standar ketat yang mereka hadapi di pasar global yang semakin kompetitif.
Menurut rancangan dokumen yang akan diterbitkan Rabu (19/2/2025) yang dilansir dari Bloomberg pada Senin (17/2/2025), Komisi Eropa, badan eksekutif blok tersebut, akan menetapkan prinsip bahwa pestisida paling berbahaya yang dilarang di UE karena alasan kesehatan dan lingkungan tidak diperbolehkan kembali ke UE melalui produk impor.
Para petani UE telah melakukan protes di seluruh Eropa selama setahun terakhir mengenai meningkatnya beban peraturan iklim dan lingkungan di blok tersebut. Akibatnya, mereka menentang perjanjian perdagangan yang disepakati dengan blok Mercosur di Argentina, Brasil, Uruguay, dan Paraguay karena persyaratan yang lebih rendah di negara-negara tersebut.
Namun rencana UE terbaru ini berisiko memicu penolakan dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang telah berulang kali menuduh UE memperlakukan AS dengan tidak adil. Ketika pekan lalu menyerukan tarif timbal balik terhadap mitra dagang AS, pemerintahan Trump secara khusus mengatakan pihaknya berencana untuk mempertimbangkan hambatan non-tarif dalam perdagangan, yang dapat mencakup peraturan blok tersebut.
UE telah mengklasifikasikan sebagian kecil pestisida sebagai berbahaya, dan melarang penggunaannya karena alasan kesehatan dan lingkungan.
Komisi tersebut berencana untuk menghindari larangan menyeluruh dan mengambil keputusan berdasarkan kasus per kasus ketika memutuskan penggunaan pestisida beracun, dengan mempertimbangkan realitas pasar dan negara asal, kata seorang pejabat Uni Eropa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Uni Eropa akan meluncurkan penilaian dampak pada tahun ini untuk mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan terhadap posisi kompetitif UE dan dampak internasionalnya, termasuk kepatuhan terhadap peraturan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
WTO mengizinkan tindakan otonom jika tindakan tersebut dibenarkan oleh tujuan kebijakan yang sah, seperti alasan kesehatan atau lingkungan. Namun konsekuensi peraturan UE di luar negeri, khususnya peraturan ramah lingkungan, telah menjadi sumber perselisihan dengan negara-negara ketiga.
Financial Times melaporkan sebelumnya bahwa UE sedang mencoba untuk memblokir impor beberapa jenis makanan, mungkin termasuk tanaman pangan AS seperti kedelai.
Seorang pejabat UE mengatakan bahwa proposal tersebut tidak akan menargetkan produk atau negara mana pun, dan penilaian dampaknya akan mempertimbangkan kepentingan strategis UE dan daya saingnya. Pejabat itu mengatakan hal itu mungkin termasuk kebutuhan untuk mengimpor protein nabati, termasuk kedelai dari negara-negara seperti Amerika, salah satu pemasok utamanya.
Namun, blok tersebut ingin mendiversifikasi sumber proteinnya, yang saat ini sangat terkonsentrasi di eksportir seperti Argentina dan Brasil, karena ketergantungan membuat “sistem pangan rentan terhadap fluktuasi pasar global dan risiko keberlanjutan,” menurut rancangan dokumen tersebut.
Dalam hal ini, komisi tersebut akan mengembangkan rencana untuk mengatasi tantangan-tantangan ini guna menghasilkan “sistem protein UE yang lebih mandiri dan berkelanjutan, sekaligus mendiversifikasi impor,” kata dokumen tersebut. Draf tersebut masih dapat mengalami perubahan sebelum dirilis secara resmi.