Bisnis.com, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut cuaca panas yang akhir-akhir ini terjadi disebabkan posisi matahari yang berada tidak jauh dari ekuator yang sekarang sedang berada di belahan bumi utara (BBU).
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, hal tersebut menyebabkan wilayah yang berada di ekuator mendapatkan penyinaran matahari yang maksimum dan menyebabkan suhu udara yang terdapat di wilayah Indonesia terasa lebih panas daripada biasanya.
“Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas [heat wave], karena tidak memenuhi kriteria untuk disebut gelombang panas,” kata Guswanto ketika dihubungi Senin (29/4/2024).
Secara karakteristik fenomena, Guswanto menjelaskan bahwa suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa.
Hal ini terjadi setiap tahun sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Guswanto juga menyampaikan bahwa BMKG mengidentifikasi masih adanya potensi peningkatan curah hujan secara signifikan hingga seminggu ke depan. Peningkatan terjadi di sebagian besar Sumatra, Jawa bagian barat dan tengah, sebagian Kalimantan dan Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Papua.
Baca Juga
“Potensi hujan signifikan terjadi karena kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation [MJO], Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial, serta kondisi suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan bahwa pada bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia.
Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es.
Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.
“Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi [pengangkatan massa udara] dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan,” ucap Andi melalui keterangan resmi.