Bisnis.com, JAKARTA – Biro statistik nasional China melaporkan harga-harga konsumen China turun signifikan dan terdalam sejak 3 tahun terakhir atau per November 2020.
Melansir dari Bloomberg, Sabtu (9/12/2023), penurunan ini juga tercatat lebih lemah dari yang diproyeksikan oleh konsensus ekonom, di level 0,2%
Sementara itu, biaya-biaya produsen turun lebih jauh lagi ke wilayah negatif, menggarisbawahi tantangan-tantangan yang dihadapi pemulihan ekonomi. Sedangkan indeks harga konsumen turun 0,5% bulan lalu dari tahun sebelumnya.
Harga produsen turun 3% dibandingkan dengan perkiraan penurunan sebesar 2,8%. Biaya di tingkat pabrik telah terperosok ke dalam wilayah deflasi selama 14 bulan berturut-turut.
China telah berjuang dengan kondisi penurunan harga sepanjang tahun ini, di mana bank sentral di negara-negara lain justru fokus untuk menjinakkan inflasi.
Bloomberg Economics memperkirakan risiko deflasi akan terus berlanjut hingga 2024, karena tidak ada cukup katalis untuk mengatasi kemerosotan perumahan, yang telah menekan permintaan dan harga.
Baca Juga
Kepala ekonom di Pinpoint Asset Management Ltd. Zhang Zhiwei menyampaikan tekanan deflasi telah meningkat karena lemahnya permintaan domestik.
"Hal ini menyoroti pentingnya kebijakan fiskal yang lebih mendukung,” ujar Zhiwei.
Deflasi menjadi berbahaya bagi China karena dapat menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi. Konsumen mungkin menunda pembelian karena ekspektasi harga-harga akan terus turun, sehingga semakin membebani konsumsi secara keseluruhan.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dapat menurunkan produksi dan investasi karena ketidakpastian permintaan di masa depan.
Deflasi juga dapat membuat kebijakan moneter untuk menstimulasi ekonomi menjadi kurang efektif, karena penurunan harga menurunkan pendapatan perusahaan dan mempersulit perusahaan untuk membayar utang mereka.
Bank sentral telah berusaha meremehkan risiko-risiko deflasi tahun ini, dengan seorang penasihat People's Bank of China mengatakan bulan lalu bahwa tekanan-tekanan tersebut hanya bersifat sementara
Dukungan yang Lebih Kuat
China baru-baru ini beralih ke kebijakan fiskal untuk memacu permintaan domestik. Pada implementasinya, justru meningkatkan defisit anggaran dan mendorong bank-bank untuk membantu pemerintah daerah membiayai kembali utang dengan suku bunga yang lebih rendah untuk membantu meningkatkan kapasitas belanja mereka.
Untuk tahun depan, para pemimpin China mengumumkan bahwa suntikan fiskal masih akan terus dilakukan dan lebih besar untuk membantu pemulihan ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut.
Pernyataan tersebut juga menjadi isyarat bahwa pemerintah China akan menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonominya pada tahun depan.
Namun, sulit bagi tambahan belanja pemerintah untuk mengimbangi penurunan permintaan dari sektor-sektor lain. Nilai penjualan rumah baru di antara 100 pengembang terbesar di China turun 29,6% per November.
Ekspor juga masih lemah, naik hanya 0,5% bulan lalu, jauh di bawah laju yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Para ekonom mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menyebut titik terendah untuk pertumbuhan, karena tantangan yang sedang berlangsung dari sektor properti.
Inflasi Akibat Daging Babi
Angka-angka inflasi yang lemah sebagian disebabkan oleh merosotnya harga daging babi. Pasokan daging babi yang melimpah dan konsumsi yang lesu telah membebani pasar, sehingga mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah untuk mendukung harga.
Berbeda dengan Indonesia di mana beras menjadi patokann inflasi, daging memiliki porsi yang besar dalam keranjang inflasi China karena popularitasnya di kalangan pengunjung lokal.
Inflasi inti, yang menghilangkan biaya makanan dan energi yang bergejolak, naik 0,6% dalam setahun di bulan November, mengulangi kinerja bulan sebelumnya.
China telah menetapkan target inflasi tahunan sekitar 3% tahun ini, yang hampir pasti akan meleset.
Para ekonom memiliki pandangan yang beragam tentang prospek 2024, dengan beberapa berpendapat bahwa harga konsumen dapat tumbuh dengan kecepatan sekitar 1% karena sentimen membaik, dan yang lain berpendapat bahwa deflasi akan berlanjut hingga paruh pertama.
Kepala ekonom untuk China di Jones Lang LaSalle Inc. Bruce Pang, mengungkapkan bahwa stimulus fiskal proaktif akan menjadi bagian penting dari tujuan kebijakan China tahun depan.
"Harus menyeimbangkan antara meningkatkan investasi dan konsumsi, dan membatasi risiko utang pemerintah daerah,” jelasnya.