Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Israel mencatat kerugian sekitar US$600 juta atau setara dengan Rp9,4 triliun dengan kurs Rp15.655 per dolar Amerika Serikat (AS), setiap minggunya, akibat perang Israel vs Hamas.
Melansir dari The Times of Israel, Jumat (10/11/2023), kerugian tersebut bukan akibat perang secara khusus, namun juga absennya ribuan pekerja dari pekerjaan mereka karena perang.
Departemen Riset Bank Sentral tersebut menganalisis biaya mingguan dari penurunan pasokan tenaga kerja dalam tiga minggu pertama perang, yang pecah pada 7 Oktober.
Analisis Bank of Israel difokuskan pada perhitungan biaya ekonomi dari absennya para pekerja dalam hal biaya tenaga kerja dan bukan dalam hal kehilangan produk.
Bank sentral mengklarifikasi bahwa perhitungan tersebut tidak mencerminkan total kerusakan dan biaya pada pasar tenaga kerja dan ekonomi yang diakibatkan oleh penurunan permintaan dan konsumsi selama periode perang.
“Ini tidak termasuk biaya dari banyak pekerja yang dirumahkan, dan tidak adanya pekerja Palestina dan asing lainnya,” tulis analis tersebut.
Baca Juga
Bank of Israel memperkirakan kerugian biaya mingguan tersebut dengan perincian US$325 juta atau sekitar Rp5,1 triliun adalah biaya yang disebabkan oleh ketidakhadiran para pekerja dan penurunan produktivitas akibat penutupan total lembaga-lembaga pendidikan.
Biaya yang timbul dari ketidakhadiran di tempat kerja karena 144.000 warganya mengungsi, mencapai US$154 juta yang setara dengan Rp2,41 triliun.
Sementara sekitar US$130 juta atau Rp2,03 triliun dikeluarkan untuk rekrutmen ekstensif sekitar 360.000 tentara cadangan.
Ketidakhadiran karyawan di tempat kerja mereka disebabkan oleh tiga faktor: mobilisasi besar-besaran tentara cadangan, evakuasi penduduk di selatan dan utara, dan penutupan sistem pendidikan, sehingga menyulitkan para orang tua untuk bekerja dan produktif.
Lebih dari 200.000 orang telah mengungsi dari komunitas-komunitas di sepanjang perbatasan selatan dan utara. Peperangan tersebut menewaskan lebih dari 1.400 warga Israel, setelah sekitar 3.000 pasukan Hamas menyerbu masuk ke negara itu dari Jalur Gaza melalui jalur darat, laut, dan udara.
Penutupan total sistem pendidikan selama dua minggu pertama perang diperkirakan telah menyebabkan 310.000 orang tua kehilangan pekerjaan, di samping 210.000 karyawan yang dapat bekerja dari rumah tetapi dengan efisiensi yang berkurang karena mereka harus merawat anak-anak mereka.
Tentara Israel juga telah memanggil lebih dari 300.000 tentara cadangan, banyak di antaranya bekerja di perusahaan teknologi global dan jenis bisnis lainnya, untuk bergabung dalam pertempuran.