Bisnis.com, SOLO - Salah satu anggota DPR RI menyalahkan manuver TNI dalam ricuh di Rempang belakangan ini. Disebutkan bahwa TNI tidak sesuai tugas pokok sehingga melahirkan konflik.
Dilansir dari website resmi DPR, anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai keterlibatan TNI yang melahirkan konflik di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau karena tidak sesuai tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi).
Diketahui, Aparat gabungan TNI-Polri dikabarkan memaksa masuk ke wilayah warga Pulau Rempang, Batam pada Kamis, 7 September 2023 lalu. Bentrokan aparat dengan warga pun tak terelakkan.
“Tindakan represif terhadap rakyat yang dilakukan oleh TNI-Polri tidak dibenarkan secara aturan undang-undang. Apalagi tindakan yang dilakukan menyebabkan korban anak-anak,” ungkapnya dalam keterangan yang diterima tim Parlementaria, Senin (11/9/2023)
Menurut Sukamta, TNI-Polri merupakan pengayom dan pelindung rakyat yang seharusnya bisa bertindak sebagai mediator kedua belah pihak.
“Posisi TNI-Polri jika ada perusahaan yang menggusur tanah rakyat seharusnya menjadi mediator kedua belah pihak,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.
Baca Juga
Ia pun menjelaskan bagaimana tugas pokok dan fungsi dari TNI sesuai undang-undang.
Jika merujuk pada Pasal 33 ayat (2) UU Penanganan Konflik Sosial, pemerintah daerah wajib mengajukan permohonan bantuan terlebih dahulu untuk mengerahkan aparat TNI kepada Presiden Republik Indonesia yang sebelumnya telah menetapkan status keadaan konflik sosial di daerah tersebut.
“Tugas TNI sesuai dengan Pasal 7 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bertugas untuk menjaga kedaulatan negara, bukan mengurusi penggusuran lahan. Operasi militer selain perang harus dilaksanakan berdasarkan keputusan politik.” jelas politisi Fraksi PKS ini.
Diketahui, Pulau Rempang telah resmi ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional pada Agustus 2023 lalu untuk pembangunan Industri, pariwisata dan lainnya. PSN itu bernama "Rempang Eco-City."
Wilayah Rempang juga disebut akan menjadi tempat kawasan industri hasil komitmen investasi dari industri kaca dan panel surya perusahaan asing Xinyi Group.
Masyarakat adat setempat di Pulau Rempang dan Galang tidak menolak pembangunan, namun menolak relokasi sehingga menentang segala upaya penggusuran. Akibatnya, puluhan orang menjadi korban tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri.