Bisnis.com, JAKARTA - Pasukan Pertahanan Israel dikabarkan menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) untuk memilih target serangan udara dan mengatur logistik perang.
Selain itu, dikutip dari Bloomberg, AI jenis lain yang disebut Fire Factory dapat menghitung amunisi, menetapkan ribuan target ke pesawat dan drone musuh, serta mengusulkan jadwal untuk memulai serangan.
Adapun informasi tersebut didapatkan dari data dalam jumlah besar yang didapatkan oleh komputer tersebut.
Kendati demikian, sistem ini tetap diawasi oleh operator manusia yang memeriksa dan menyetujui target individu serta serangan udara.
Israel memilih menggunakan kecerdasan buatan untuk operasi mematikan ini karena dipercaya AI dapat melampaui kemampuan manusia dan dapat membantu mengurangi korban militer.
Di lain sisi, banyak kritikus yang menentang hal ini. Dosen hukum internasional Hebrew University of Jerusalem, Tal Mimran, menyatakan jika terjadi kesalahan dalam kecerdasan buatan tersebut akan sangat berbahaya dan dapat merugikan negara.
Baca Juga
Selain itu, Mimran juga menanyakan jika terjadi kesalahan tersebut, siapa orang yang akan disalahkan.
"Jika ada kesalahan dalam perhitungan AI, dan jika AI tidak dapat dijelaskan, lalu siapa yang kita salahkan atas kesalahan tersebut," ujar Mimran.
Sebagai informasi, ini bukan pertama kalinya AI digunakan oleh militer Israel.
Pada saat konflik 11 hari di Gaza pada 2021, banyak pihak yang menyatakan bahwa saat itu merupakan "perang AI" pertama di dunia.
Pasalnya, Israel diketahui mengidentifikasi landasan peluncuran roket dan mengerahkan kawanan drone dengan kecerdasan buatan.