Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tiba di Arab Saudi pada hari Selasa (6/6/2023) untuk menstabilkan bilateral kedua negara setelah bertahun-tahun mengalami ketidaksepahaman yang semakin dalam mengenai berbagai isu.
Dilansir Reuters pada Rabu (7/6), Blinken bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS).
“Keduanya mendiskusikan pendalaman kerja sama ekonomi, terutama di bidang energi bersih dan teknologi,” demikian menurut pernyataan Departemen Luar Negeri AS.
Blinken juga akan bertemu dengan para pejabat tinggi Arab Saudi lainnya selama berada di Ibu Kota Saudi Riyadh dan kota Jeddah. Ini merupakan kunjungan tingkat tinggi kedua yang dilakukan oleh AS setelah penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan berkunjung ke Arab Saudi pada 7 Mei lalu.
Blinken berencana mengunjungi Saudi hingga 8 Juni mendatang dan dilakukan setelah negara produsen minyak mentah terbesar di dunia ini berjanji untuk memangkas produksi minyaknya. Langkah ini dipandang dapat meningkatkan ketegangan dalam hubungan AS-Saudi yang telah sebelumnya ternodai oleh isu seputar HAM dan dan perselisihan mengenai kebijakan AS terhadap Iran.
Tujuan dari perjalanan ini termasuk mendapatkan kembali pengaruh dengan Saudi atas harga minyak, menahan pengaruh China dan Rusia di wilayah tersebut, dan mengupayakan normalisasi hubungan Saudi-Israel.
Baca Juga
Berbicara pada kelompok lobi pro-Israel, Komite Urusan Publik Israel Amerika pada hari Senin, Blinken mengatakan bahwa AS memiliki kepentingan keamanan nasional yang nyata dalam mengadvokasi normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Arab Saudi. Namun Blinken memperingatkan bahwa hal itu tidak akan terjadi dengan cepat.
Penasihat senior lembaga think tank Foundation for Defense of Democracies (FDD) Richard Goldberg mengatakan melonggarkan hubungan Saudi-China mungkin merupakan elemen terpenting dari kunjungan Blinken ini.
"[Blinken harus menjelaskan] mengapa kepentingan Cina tidak sejalan dengan Arab Saudi, dan mengapa hubungan yang lebih dekat [dengan China] secara strategis dapat menghambat hubungan dengan AS," kata Goldberg.