Bisnis.com, JAKARTA - Proses penahanan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominko) nonaktif Johnny G. Plate oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapat pengawalan dari militer.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan pelibatan militer untuk mengawal Johnny merupakan prosedur bagi tersangka kasus besar, termasuk kasus sebelumnya seperti Jiwasraya dan Asabri.
"Perkara-perkara besar seperti AJS, ASABRI, migor, Garuda kami libatkan juga untuk pengamanan. Terutama, penggeledahan dan penyitaan di lapangan. Personel TNI yang di BKO di Kejaksaan cukup banyak," kata Ketut dalam keterangan resmi, Sabtu (20/5/2023).
Dalam kasus-kasus besar sebelumnya, sambung Ketut, personel jajaran Jaksa Agung Muda Pidana Militer, yang sebagian di antaranya adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI), juga mengawal tersangka saat dibawa ke mobil tahanan.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung menetapkan status tersangka terhadap Johnny G Plate pada Rabu, 17 Mei 2023.
Penetapan tersebut terkait dengan kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo Tahun 2020 sampai 2022.
Politis Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) itu kemudian ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.
Berdasarkan hasil klarifikasi evaluasi terhadap hasil-hasil pemeriksaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dari proyek tersebut mencapai Rp8,32 triliun.
Dalam perkara ini, Kejagung juga menetapkan Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), kemenkominfl, Anang Achmad Latif, sebagai tersangka korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G.
Empat orang tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT. Mora Telematika Indonesia, GMS; Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, YS; Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment (HWI), MA; dan IH selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.