Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Baru! Selain OJK, Polri Tetap Bisa Tindak Pelaku Kejahatan Keuangan

Aturan baru tentang penyidikan masih memberikan kewenangan bagi Polri untuk melakukan penyidikan di sektor keuangan.
Ilustrasi investasi bodong/Goodtimes.ca
Ilustrasi investasi bodong/Goodtimes.ca

Bisnis.com, JAKARTA --Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5/2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Keuangan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-undang No.4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Salah satu poin penting dalam beleid baru itu terkait dengan kewenangan penyidikan tindak pidana keuangan. UU PPSK menegaskan bahwa satu-satunya penyidik yang berhak melakukan penyidikan tindak pidana keuangan adalah penyidik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Namun demikian, beleid baru tersebut masih memberikan kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor keuangan.

Penegasan mengenai kewenangan Polri itu tertuang dalam pasal 2 ayat 1 huruf a. Pasal itu menjelaskan bahwa penyidik tindak pindana di sektor keuangan, salah satunya dilakukan oleh penyidik Polri.

"Penyidik Polri berwenang berwenang dan bertanggungjawab melakukan penyidikan tindak pidana di sektor keuangan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP," tulis beleid itu dikutip Bisnis, Selasa (31/1/2023).

Adapun, beleid baru ini juga mengatur secara detail mengenai definisi penyidik OJK, termasuk tugas dan fungsi dalam proses penyidikan di sektor keuangan. Ada 16 pasal yang diatur dalam beleid tersebut.

Salah satu poin penting dalam PP ini adalah kewenangan OJK untuk mengangkat pegawainya menjadi peyidik tindak pidana di sektor keuangan.

Sekadar informasi dalam UU No.4/2023 OJK memiliki kewenangan laiknya aparat penegak hukum. OJK bisa menangkap, melakukan penyidikan termasuk penyidikan tindak pidana pencucian uang, hingga menyampaikan hasil penyidikan kepada Jaksa. Tiga ketentuan yang sebelumnya tidak diatur sama sekali dalam UU No.21/2011 tentang OJK.

Selain itu, beleid baru itu secara spesifik juga mengatur ketentuan tentang penyidik OJK. Ketentuan mengenai penyidik OJK sebelumnya diatur dalam Pasal 49 Undang-undang No.21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

UU OJK yang lama telah secara gamblang menjelaskan bahwa penyidik OJK hanya berasal dari dua institusi. Pertama, sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Polri. Kedua adalah penyidik pegawai negeri sipil atau PPNS yang lingkup tugasnya mengawasi sektor jasa keuangan di OJK.

Menariknya dalam pasal 49 UU PPSK, pemerintah dan DPR telah sepakat menambah kategori penyidik di OJK. Selain Polri dan PPNS, mereka menambahkan frasa pegawai tertentu yang bisa diangkat sebagai penyidik di sektor jasa keuangan. 

Tidak jelas siapa yang dimaksud dengan pegawai tertentu, apakah pegawai itu pegawai OJK atau pegawai bank, pegawai asuransi, pegawai bangunan dan pegawai toko kelontong. Tidak ada penyebutan institusi secara spesifik mengenai asal-usul pegawai tertentu tersebut. Ini berpotensi multitafsir.

UU PPSK hanya menjelaskan bahwa pegawai tertentu yang diberikan kewenangan khusus khusus menjadi penyidik harus terlebih dahulu memenuhi kualifikasi Polri. Sedangkan dalam konteks penyidikan yang diberikan kepada pegawai tertentu, nantinya OJK akan melakukan koordinasi dengan Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper