Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan berharap sikap Presiden Joko Widodo yang mengakui adanya 12 pelanggaran Haka Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu yang terjadi di Indonesia segera ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga.
“Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, kejaksaan agung dan teman-teman LPSK sekaligus juga stakeholder terkait akan kami panggil untuk menyikapi dan sekaligus juga menindaklanjuti sikap Presiden," kata Arteria melalui siaran pers, Selasa (17/1/2023).
Menurutnya, implikasi dari sikap Presiden Joko Widodo tidak akan sederhana. Alasannya, jika benar dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, maka diperlukan adanya pengadilan HAM. Kalau pun tidak, jelasnya, perlu dipertimbangkan apakah bisa diselesaikan dengan rekonsiliasi.
Pengakuan sekaligus penyesalan terjadinya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Jokowi di Istana Merdeka, pada Rabu (11/1/2023) lalu, meliputi Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998.
Kemudian, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998; Peristiwa Wasior 2001-2001; Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997/1998; Peristiwa Talangsari 1989 di Lampung; Peristiwa 1965-1966.
Kemudian Peristiwa penembakan misterius 1982-1985; Peristiwa Simpang KKA Aceh; Peristiwa Jambu Keupok Aceh; Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998 Banyuwangi; Peristiwa Rumoh Geudong 1989 di Aceh; dan Peristiwa Wamena 2003 di Papua-Papua Barat.
Rekomendasi pengakuan ini merupakan hasil kerja Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) yang telah diserahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD di Jakarta pada Kamis (29/12/2022) lalu.
Selanjutnya, Jokowi akan mengeluarkan instruksi presiden (inpres) kepada 17 kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk menuntaskan rekomendasi tim PPHAM.
Di antaranya, Kemenko Polhukam, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.