Bisnis.com, JAKARTA - Menanggapi kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di DPR menolak kebijakan tersebut dengan mengambil sikap walk out dari Rapat Paripurna sebelum bergabung dengan pendemo di luar gedung DPR.
Pasalnya, berdasarkan aspirasi rakyat Indonesia, F-PKS DPR menekankan, bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan memberatkan hajat hidup rakyat Indonesia.
Demikian pernyataan tersebut disampaikan oleh Anggota F-PKS DPR, Mulyanto yang mewakili F-PKS DPR dalam Rapat Rapat Paripurna DPR ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023.
“Kami ingin menyampaikan aspirasi masyarakat melalui PKS. Dengan ini, kami menyatakan bahwa Fraksi PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi karena ini jelas-jelas memberatkan masyarakat. Hari ini, di depan aksi demo yang dilaksanakan oleh masyarakat, kami mendukung penolakan ini,” ujar Mulyanto sebelum beramai-ramai meninggalkan persidangan.
Sejumlah anggota dan pimpinan Fraksi PKS bergabung dengan demo mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM di depan Gedung DPR, Selasa (6/9/2022).
Mereka yang bergabung dalam aksi mahasiswa itu yakni, Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto, dan dua anggota fraksi masing-masing Nurhasan Zaidi dan Diah Nurwitasari.
Baca Juga
"Kami baru saja melaksanakan sidang Paripurna, ulang tahun DPR. Hadir pihak pemerintah Ibu Sri Mulyani. Apa sikap PKS, kami baru saja menyatakan PKS menolak kenaikan BBM," kata Mulyanto di atas mobil komando aksi yang diparkir di depan gerbang Kompleks DPR/MPR RI, Jakarta.
"PKS bahkan walk out dari forum Paripurna dan langsung menuju ke sini. Itulah bentuk pembelaan PKS terhadap aspirasi masyarakat," tambahnya.
Sementara di hadapan mahasiswa, anggota Komisi VII DPR Nurhasan Zaidi menyatakan sikap Fraksi PKS secara tegas menolak keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.
Diketahui, Presiden Joko Widodo mengumumkan kepada rakyat Indonesia bahwa Pemerintah Indonesia akan menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi pada per Sabtu (3/9/2022).
Dia menerangkan keputusan ini diambil sebagai pilihan terakhir pemerintah.