Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Perang Gas Rusia Versus Sanksi Barat, Siapa Menang? 

Invasi brutal Rusia ke Ukraina dengan dalih operasi khusus sejak 24 Ferbuari 2022, telah menimbulkan perang geo-ekonomi antara Rusia dan negara Barat.
John Andhi Oktaveri
John Andhi Oktaveri - Bisnis.com 05 Agustus 2022  |  15:00 WIB
Matahari terbenam di balik sistem derek pelabuhan dan turbin angin di Hamburg, Jerman. Eropa kini menghadapi krisis energi yang membuat harga gas meroket - neweurope.eu
Matahari terbenam di balik sistem derek pelabuhan dan turbin angin di Hamburg, Jerman. Eropa kini menghadapi krisis energi yang membuat harga gas meroket - neweurope.eu

Bisnis.com, JAKARTA - Belum pernah ada sejak Perang Dunia II ancaman terhadap keamanan energi global separah seperti sekarang ini.

Invasi brutal Rusia ke Ukraina dengan dalih operasi khusus sejak 24 Ferbuari 2022, telah menimbulkan perang geo-ekonomi antara Rusia dan negara Barat. Perang itu juga telah mengganggu pasar gas global pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah sejak 1945.

Kekuasaan Kremlin atas pasar energi menjadi pemicu munculnya persoalan energi. Pada sisi lain, upaya Eropa untuk melepaskan diri dari ketergantungan gas alam asal Rusia dan menghindari kekurangan pasokan pada musim dingin ini, telah memicu kenaikan harga dan mengalihkan arus dan pasar energi di seluruh dunia.

Peneliti dari Foreign Policy Research Institute, Maximilian Hess mengatakan tidak ada negara yang tidak terpengaruh. Bahkan, sejumlah negara yang mengira telah mempersiapkan diri untuk setiap kemungkinan seperti Pakistan juga terkecoh.

Menurutnya, negara itu telah mendapatkan beberapa kontrak impor gas alam jangka panjang untuk meningkatkan keamanan energinya dalam beberapa tahun terakhir, namun mitra negara itu melanggar kesepakatan dan mengirim gas mereka ke klien baru yang menawarkan harga lebih tinggi.

“Pundi-pundi negara maju dan berkembang juga turut terkuras,” ujar Hess seperti dikutip Aljazeera.com, Senin (1/8/2022).

Perang Energi

Kremlin menggunakan krisis energi global yang diciptakannya sendiri untuk menopang ekonominya dalam menghadapi sanksi internasional yang berat.

Presiden Vladimir Putin menjadikan ketergantungan Eropa pada gas alam asal Rusia sebagai senjata untuk mematahkan perlawanan Barat terhadap ambisinya di Ukraina.

Moskow mencoba memperketat tekanannya terhadap Eropa dengan mengatakan pihaknya berencana mengurangi pasokan gas melalui aliran pipa Nord Stream 1 ke Jerman menjadi hanya 20 persen dari kapasitas biasa.

Sebagai tanggapan, para menteri energi Uni Eropa dengan cepat mengumumkan kesepakatan anggota blok itu untuk mengurangi penggunaan gas hingga  15 persen pada musim dingin.

Ini adalah upaya Eropa untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan menyerah pada tekanan Rusia dan terus mendukung Ukraina untuk mengisi cadangan gasnya. Pengurangan pasokan yang didorong oleh konflik seperti itu, bagaimanapun juga, berarti bahwa resesi sudah ada di depan mata kalau tidak mau disebut pasti terjadi.

Menyusul pemotongan terbaru aliran gas dari perusahaan BUMN Rusia, Gazprom, para analis sudah memperkirakan Uni Eropa tidak akan dapat mencapai targetnya untuk mengisi ulang penyimpanan gas hingga kapasitas 80 persen pada musim dingin.

page-series 1 dari 3 halaman

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

Perang Rusia Ukraina Krisis Energi uni eropa
Editor : Nancy Junita

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top