Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Guterres, Erdogan, dan Upaya Jokowi Damaikan Rusia Vs Ukraina

Upaya Indonesia membantu memulihkan perdamaian dunia akibat perang Rusia-Ukraina belum membuahkan hasil optimal meski Jokowi mengunjungi kedua negara.
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) seusai usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). Presiden menyatakan siap menjadi jembatan komunikasi antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin agar kedua pihak mencapai perdamaian. ANTARA FOTO/BPMI-Laily Rachev/rwa.
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) seusai usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). Presiden menyatakan siap menjadi jembatan komunikasi antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin agar kedua pihak mencapai perdamaian. ANTARA FOTO/BPMI-Laily Rachev/rwa.

Bisnis.com, JAKARTA - Upaya Indonesia membantu memulihkan perdamaian dunia yang terganggu akibat perang Rusia-Ukraina sejak 24 Februari 2022 belum membuahkan hasil optimal meski Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengunjungi kedua negara mendapat apresiasi.

Bagaimanapun juga misi perdamaian yang dilakukan Jokowi setidaknya telah membuka harapan untuk meredakan konflik dua negara yang telah mengakibatkan krisis global di bidang pangan, energi, dan keuangan.

Apalagi, Jokowi bisa bertemu langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah berkecamuknya perang kedua negara.

Seperti dikatakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, meskipun situasinya sulit dan masalahnya kompleks, sebagai Presiden G-20 dan sebagai salah satu anggota Champions Group of the Global Crisis Response Group yang dibentuk PBB, Jokowi telah mencoba berkontribusi dan tidak memilih untuk diam.

Jokowi bahkan menjadi pemimpin Asia pertama yang melakukan kunjungan ke dua negara tersebut sejak perang meletus bulan 24 Februari lalu.

Dalam konteks kepentingan Indonesia dan negara  berpendapatan rendah, Jokowi telah mencoba melakukan pedekatan kepada Putin untuk mengatasi krisis pangan yang diakibatkan perang dan dampaknya yang dirasakan secara global.

Walau upaya Jokowi belum membuahkan hasil, Indonesia sebaiknya tidak kecil hati. Alasannya, upaya mendamaikan kedua belah pihak sebelumnya oleh Sekjen PBB Antonio Guterres dan Presiden Turki Tayyip Erdogan juga nihil.

Tidak Digubris

Sebagai juru damai utama secara global, Guterres berkali-kali mengimbau Putin untuk menarik pasukannya dari Ukraina dan duduk untuk  berunding menyelesaikan permasalahannya dengan Ukraina.

Guterres, sebagaimana banyak dikutip media asing, mengatakan perang tidak akan menyelesaikan masalah sehingga demi kemanusiaan, Putin harus membatalkan invasinya ke Ukraina.

Akan tetapi, upaya Guterres hingga kini tidak digubris oleh Putin. Demikian juga halnya dengan upaya para pemimpin Inggris dan Uni Eropa yang tidak membuahkan hasil kecuali menjatuhkan sanksi pada Rusia. 

Presiden Turki Tayyip Erdogan juga telah mengupayakan perdamaian sebagaimana yang dilakukan Jokowi.

Erdogan, yang tidak  bertemu langsung dan hanya melalui hubungan telepon,  mendesak Putin untuk mengumumkan gencatan senjata di Ukraina, membuka koridor kemanusiaan dan menandatangani perjanjian damai.

Erdogan menyebut invasi Rusia tidak dapat diterima dan menawarkan untuk menjadi tuan rumah perundingan, namun upaya itu tetap saja gagal. Padahal, Turki berbagi perbatasan maritim dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam dan memiliki hubungan baik dengan keduanya.

Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menilai kunjungan presiden dalam menjalankan misi perdamaian ke Ukraina dan Rusia merupakan lompatan besar dalam diplomasi Indonesia termasuk ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Akan tetapi, langkah diplomasi itu perlu dilanjutkan lebih mendalam oleh para menterinya, katanya, Senin (4/7/2020).

Kunjungan yang dinilai berani tersebut karena kedua negara yang dikunjungi tengah berperang.

"Kunjungan itu perlu ditindaklanjuti melalui diplomasi lanjutan oleh para menteri ke NATO yang merupakan akar dan sumber masalah konflik sekarang dan mendatang," ujarnya.

Dia mengatakan, memang aneh ketika pada masa damai, di mana ekonomi merupakan prioritas utama seluruh dunia, NATO justru unjuk kekuatan dan memperkuat misinya untuk mendominasi dunia.

Menurutnya, hal itu sangat naif apalagi konflik mengerikan itu terjadi di dalam negara anggota G-20 sendiri, di mana keseluruhan anggota sering bertemu.

"Ada keseimbangan yang tidak dijaga, organisasi lainnya seperti NATO terus melebarkan sayap pada masa damai, justru dianggap ancaman bagi Putin,” katanya.

Dalam konteks itulah kunjungan Presiden jokowi diharapkan akan membuahkan hasil sebagai sesama negara G20.

Menurut Didik, posisi Presidensi Indonesia di dalam G20 sangat strategis dan menguntungkan bagi Jokowi dan Indonesia untuk berperan.

Kelembagaan G-20 sangat penting dan mungkin lebih penting dari PBB yang isinya negara ‘gangster’ dengan watak untuk menguasai, katanya. Bahkan PBB mendominasi dan bisa meniadakan eksistensi negara tertentu.

Karena itulah, misi perdamaian yang dilakukan Jokowi menjadi bernilai karena PBB sulit diharapkan berperan mendamaikan perang Rusia vs Ukraina, karena posisinya sudah berpihak.

Demikian juga dengan Turki sebagai anggota NATO yang posisinya sulit untuk diterima Putin.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper