Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam rencana Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melakukan "operasi militer khusus" ke Suriah Utara karena dinilai akan membahayakan negara sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kecaman itu disampaikan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price kepada wartawan seperti dikutip Aljazeera.com, Rabu (25/5/2022).
Biden menilai apa yang akan dilakukan Turki itu akan memuat destabilitas negara anggota NATO.
AS bahkan memberi peringatan keras (warning) kepada Erdogan dengan menggunakan kata "mengutuk" pada aktivitas baru Ankara tersebut.
Sebelumnya, Edogan mengatakan "operasi militer" baru ke Suriah Utara bertujuan untuk membuat "zona aman" sepanjang 30 kilometer (km) di perbatasannya dengan Suriah.
Hal itu dilakukan untuk menghubungkan dua wilayah yang berbeda di bawah kendali Turki di Suriah.
Erdogan tidak memerincilebih lanjut, tetapi mengatakan operasi itu akan dimulai setelah militer, intelijen, dan pasukan keamanan Turki menyelesaikan persiapan mereka.
"Kami akan segera mengambil langkah-langkah baru mengenai 'bagian yang tidak lengkap' ... mulai di zona aman sejauh 30 km yang kami buat di sepanjang perbatasan selatan kami," kata Erdogan.
Daerah yang ditargetkan itu dikendalikan Pasukan Demokrat Suriah. Pasukan itu adalah kelompok payung yang mencakup Unit Perlindungan Rakyat, sebuah kelompok bersenjata Kurdi yang juga dikenal sebagai YPG.
Turki memandang YPG sebagai cabang dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang.
Di Ankara, PKK dianggap sebagai sebuah kelompok "teroris".
PKK sendiri telah melancarkan pemberontakan bersenjata melawan Turki sejak 1984. Dilaporkan puluhan ribu orang tewas dalam konflik tersebut.
Namun, hal tersebut menimbulkan kekhawatiran pertempuran baru di perbatasan Turki-Suriah. Menurut AS, apa yang akan dilakukan Turki itu bisa membahayakan sekutu NATO, khususnya pasukan AS di sana.
AS sendiri diketahui bekerja sama dengan YPG. Hal tersebut dilakukan guna melawan ISIS di Suriah.
"Kami sangat prihatin dengan laporan dan diskusi tentang potensi peningkatan aktivitas militer di Suriah utara dan, khususnya, dampaknya terhadap penduduk sipil," kata Price.